Thursday, July 17, 2008

ASKEP COMBUSTIO









ASUHAN KEPERAWATAN

PADA pasien DENGAN LUKA BAKAR (COMBUSTIO)

Luka bakar dapat mengakibatkan masalah yang kompleks yang dapat meluas melebihi kerusakan fisik yang terlihat pada jaringan yang terluka secara langsung. Masalah kompleks ini mempengaruhi semua sistem tubuh dan beberapa keadaan yang mengancam kehidupan. Dua puluh tahun lalu, seorang dengan luka bakar 50% dari luas permukaan tubuh dan mengalami komplikasi dari luka dan pengobatan dapat terjadi gangguan fungsional, hal ini mempunyai harapan hidup kurang dari 50%. Sekarang, seorang dewasa dengan luas luka bakar 75% mempunyai harapan hidup 50%. dan bukan merupakan hal yang luar biasa untuk memulangkanpasien dengan luka bakar 95% yang diselamatkan. Pengurangan waktu penyembuhan, antisipasi dan penanganan secara dini untuk mencegah komplikasi, pemeliharaan fungsi tubuh dalam perawatan luka dan tehnik rehabilitasi yang lebih efektif semuanya dapat meningkatkan rata-rata harapan hidup pada sejumlah klien dengan luka bakar serius.


Beberapa karakteristik luka bakar yang terjadi membutuhkan tindakan khusus yang berbeda. Karakteristik ini meliputi luasnya, penyebab(etiologi) dan anatomi luka bakar. Luka bakar yang melibatkan permukaan tubuh yang besar atau yang meluas ke jaringan yang lebih dalam, memerlukan tindakan yang lebih intensif daripada luka bakar yang lebih kecil dan superficial. Luka bakar yang disebabkan oleh cairan yang panas (scald burn) mempunyai perbedaan prognosis dan komplikasi dari pada luka bakar yang sama yang disebabkan oleh api atau paparan radiasi ionisasi. Luka bakar karena bahan kimia memerlukan pengobatan yang berbeda dibandingkan karena sengatan listrik (elektrik) atau persikan api. Luka bakar yang mengenai genetalia menyebabkan resiko nifeksi yang lebih besar daripada di tempat lain dengan ukuran yang sama. Luka bakar pada kaki atau tangan dapat mempengaruhi kemampuan fungsi kerja klien dan memerlukan tehnik pengobatan yang berbeda dari lokasi pada tubuh yang lain. Pengetahuan umum perawat tentang anatomi fisiologi kulit, patofisiologi luka bakar sangat diperlukan untuk mengenal perbedaan dan derajat luka bakar tertentu dan berguna untuk mengantisipasi harapan hidup serta terjadinya komplikasi multi organ yang menyertai.


Prognosis klien yang mengalami suatu luka bakar berhubungan langsung dengan lokasi dan ukuran luka bakar. Faktor lain seperti umur, status kesehatan sebelumnya dan inhalasi asap dapat mempengaruhi beratnya luka bakar dan pengaruh lain yang menyertai. Klien luka bakar sering mengalami kejadian bersamaan yang merugikan, seperti luka atau kematian anggota keluarga yang lain, kehilangan rumah dan lainnya. Klien luka bakar harus dirujuk untuk mendapatkan fasilitas perawatan yang lebih baik untuk menangani segera dan masalah jangka panjang yang menyertai pada luka bakar tertentu.

Definisi

Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001).


Etiologi

  1. Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn)

  1. Gas

  2. Cairan

  3. Bahan padat (Solid)

  1. Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn)

  2. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)

  3. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)


Fase Luka Bakar

    1. Fase akut.

Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Secara umum pada fase ini, seorang penderita akan berada dalam keadaan yang bersifat relatif life thretening. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut.

Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik. Problema sirkulasi yang berawal dengan kondisi syok (terjadinya ketidakseimbangan antara paskan O2 dan tingkat kebutuhan respirasi sel dan jaringan) yang bersifat hipodinamik dapat berlanjut dengan keadaan hiperdinamik yang masih ditingkahi denagn problema instabilitas sirkulasi.


    1. Fase sub akut.

Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan:

  1. Proses inflamasi dan infeksi.

  2. Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.

  3. Keadaan hipermetabolisme.


    1. Fase lanjut.

Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.

Klasifikasi Luka Bakar


  1. Dalamnya luka bakar.


Kedalaman

Penyebab

Penampilan

Warna

Perasaan

Ketebalan partial superfisial

(tingkat I)

Jilatan api, sinar ultra violet (terbakar oleh matahari).

Kering tidak ada gelembung.

Oedem minimal atau tidak ada.

Pucat bila ditekan dengan ujung jari, berisi kembali bila tekanan dilepas.


Bertambah merah.

Nyeri

Lebih dalam dari ketebalan partial

(tingkat II)

  • Superfisial

  • Dalam


Kontak dengan bahan air atau bahan padat.

Jilatan api kepada pakaian.

Jilatan langsung kimiawi.

Sinar ultra violet.


Blister besar dan lembab yang ukurannya bertambah besar.

Pucat bial ditekan dengan ujung jari, bila tekanan dilepas berisi kembali.

Berbintik-bintik yang kurang jelas, putih, coklat, pink, daerah merah coklat.

Sangat nyeri

Ketebalan sepenuhnya

(tingkat III)

Kontak dengan bahan cair atau padat.

Nyala api.

Kimia.

Kontak dengan arus listrik.

Kering disertai kulit mengelupas.

Pembuluh darah seperti arang terlihat dibawah kulit yang mengelupas.

Gelembung jarang, dindingnya sangat tipis, tidak membesar.

Tidak pucat bila ditekan.


Putih, kering, hitam, coklat tua.

Hitam.

Merah.

Tidak sakit, sedikit sakit.

Rambut mudah lepas bila dicabut.


  1. Luas luka bakar

Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine atua rule of wallace yaitu:

1) Kepala dan leher : 9%

2) Lengan masing-masing 9% : 18%

3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%

4) Tungkai maisng-masing 18% : 36%

5) Genetalia/perineum : 1%

Total : 100%

  1. Berat ringannya luka bakar

Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain :

  1. Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.

  2. Kedalaman luka bakar.

  3. Anatomi lokasi luka bakar.

  4. Umur klien.

  5. Riwayat pengobatan yang lalu.

  6. Trauma yang menyertai atau bersamaan.

American Burn Association membagi dalam :

  1. Yang termasuk luka bakar ringan (minor) :

    1. Tingkat II kurang dari 15% Total Body Surface Area pada orang dewasa atau kurang dari 10% Total Body Surface Area pada anak-anak.

    2. Tingkat III kurang dari 2% Total Body Surface Area yang tidak disertai komplikasi.

  2. Yang termasuk luka bakar sedang (moderate) :

    1. Tingkat II 15% - 25% Total Body Surface Area pada orang dewasa atau kurang dari 10% - 20% Total Body Surface Area pada anak-anak.

    2. Tingkat III kurang dari 10% Total Body Surface Area yang tidak disertai komplikasi.

  3. Yang termasuk luka bakar kritis (mayor):

    1. Tingkat II 32% Total Body Surface Area atau lebih pada orang dewasa atau lebih dari 20% Total Body Surface Area pada anak-anak..

    2. Tingkat III 10% atau lebih.

    3. Luka bakar yang melibatkan muka, tangan, mata, telinga, kaki dan perineum..

    4. Luka bakar pada jalan pernafasan atau adanya komplikasi pernafasan.

    5. Luka bakar sengatan listrik (elektrik).

    6. Luka bakar yang disertai dengan masalah yang memperlemah daya tahan tubuh seperti luka jaringan linak, fractur, trauma lain atau masalah kesehatan sebelumnya..

American college of surgeon membagi dalam:

  1. Parah – critical:

    1. Tingkat II : 30% atau lebih.

    2. Tingkat III : 10% atau lebih.

    3. Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah.

    4. Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fractura, soft tissue yang luas.

  2. Sedang – moderate:

a) Tingkat II : 15 – 30%

b) Tingkat III : 1 – 10%


  1. Ringan – minor:

a) Tingkat II : kurang 15%

b) Tingkat III : kurang 1%


Patofisiologi (Hudak & Gallo; 1997)




Adult Distress Respiratory Syndrom (ARDS)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ARDS

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

ADULT RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME ( ARDS )

I. DEFINISI

ARDS atau Sindroma Distres Pernafasan Dewasa ( SDPD ) adalah kondisi kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat, biasanya terjadi pada orang yang sebelumnya sehat yang telah terpajan pada berbagai penyebab pulmonal atau non-pulmonal ( Hudak, 1997 ).

II. ETIOLOGI

Menurut Hudak & Gallo ( 1997 ), gangguan yang dapat mencetuskan terjadinya ARDS adalah ;

Sistemik :

· Syok karena beberapa penyebab

· Sepsis gram negative

· Hipotermia

· Hipertermia

· Takar lajak obat ( Narkotik, Salisilat, Trisiklik, Paraquat, Metadone, Bleomisin )

· Gangguan hematology ( DIC, Transfusi massif, Bypass kardiopulmonal )

· Eklampsia

· Luka bakar

Pulmonal :

· Pneumonia ( Viral, bakteri, jamur, penumosistik karinii )

· Trauma ( emboli lemak, kontusio paru )

· Aspirasi ( cairan gaster, tenggelam, cairan hidrokarbon )

· Pneumositis

Non-Pulmonal :

· Cedera kepala

· Peningkatan TIK

· Pascakardioversi

· Pankreatitis

· Uremia

III. PATHOFISIOLOGI

Secara pathofisiologi terjadinya ARDS dapat dijelaskan sebagai berikut :

Kerusakan sistemik

Pe ↓ perfusi jaringan

Hipoksia seluler

Pelepasan faktor-faktor biokimia

( enzim lisosom, vasoaktif, system komplemen, asam metabolic, kolagen, histamine )

Pe ↑ permiabilitas kapiler paru

Pe ↓ aktivitas surfaktan

Edema interstisial alveolar paru

Kolaps alveolar yang progresif

Pe ↓ compliance paru

Stiff lung

Pe ↑ shunting

Hipoksia arterial

Keterangan ;

Pergerakan cairan paru pada kasus ARDS :

· Terjadi peregangan / deposisi dari mebran hialin

· Intraalveolar Epithelial junction melebar

· Terjadi edema interstisial, cairan intravascular keluar, protein keluar masuk ke dalam alveoli

· Endotel kapiler paru pecah

· Eritrosit keluar dari intavaskuler masuk kedalam paru menyebabkan fenomena frozzy sputum

IV. KOMPLIKASI

Menurut Hudak & Gallo ( 1997 ), komplikasi yang dapat terjadi pada ARDS adalah :

· Abnormalitas obstruktif terbatas ( keterbatasan aliran udara )

· Defek difusi sedang

· Hipoksemia selama latihan

· Toksisitas oksigen

· Sepsis

V. MANIFESTASI KLINIK

Gejala klinis utama pada kasus ARDS adalah :

· Penurunan kesadaran mental

· Takikardi, takipnea

· Dispnea dengan kesulitan bernafas

· Terdapat retraksi interkosta

· Sianosis

· Hipoksemia

· Auskultasi paru : ronkhi basah, krekels, stridor, wheezing

· Auskultasi jantung : BJ normal tanpa murmur atau gallop

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan hasil Analisa Gas Darah :

· Hipoksemia ( pe ↓ PaO2 )

· Hipokapnia ( pe ↓ PCO2 ) pada tahap awal karena hiperventilasi

· Hiperkapnia ( pe ↑ PCO2 ) menunjukkan gagal ventilasi

· Alkalosis respiratori ( pH > 7,45 ) pada tahap dini

· Asidosis respiratori / metabolik terjadi pada tahap lanjut

Pemeriksaan Rontgent Dada :

· Tahap awal ; sedikit normal, infiltrasi pada perihilir paru

· Tahap lanjut ; Interstisial bilateral difus pada paru, infiltrate di alveoli

Tes Fungsi paru :

· Pe ↓ komplain paru dan volume paru

· Pirau kanan-kiri meningkat

VII. PENATALAKSANAAN MEDIS

· Pasang jalan nafas yang adekuat * Pencegahan infeksi

· Ventilasi Mekanik * Dukungan nutrisi

· TEAP * Monitor system terhadap respon

· Pemantauan oksigenasi arteri * Perawatan kondisi dasar

· Cairan

· Farmakologi ( O2, Diuretik, A.B )

· Pemeliharaan jalan nafas

VIII. PRIORITAS MASALAH KEPERAWATAN

Prioritas masalah keperawatan pada klien dengan ARDS menurut Doenges (2001) adalah sebagai berikut :

  1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas
  2. Gangguan pertukaran gas
  3. Resiko tinggi terjadi kekurangan volume cairan
  4. Cemas