Monday, December 15, 2008

Diosmin-Hesperidin, Angin Segar untuk Pasien Hemoroid



Penderitaan akibat hemoroid, sebenarnya telah dikenal sejak zaman baheula. Beberapa sejarah budaya dunia seperti Babylonia, Hindu, Yunani, Egypt, dan Hebrew bahkan telah menggambarkan serta mencatat berbagai kesusahan dan ketidaknyamanan akibat hemoroid. Anehnya, hingga kini tak banyak pasien yang berupaya mencari pengobatan untuk penyakit ini secara medis. Padahal, hemoroid adalah kasus yang sangat banyak dijumpai. Di Amerika Serikat saja, diperkirakan sekitar separuh dari individu diatas 50 tahun mengalami gejala penyakit ini. Dan, hanya sekitar 500 ribu pasien yang mencari pengobatan.
Setelah diamati, ternyata beberapa opini yang berkembang di tengah masyarakat disinyalir menjadi biang dari keengganan tersebut. Salah satu diantaranya adalah banyak masyarakat menganggap enteng hemoroid. Penyakit ini kerap dianggap sebagai penyakit ringan dan bersifat sementara. Artinya, penyakit ini bisa sembuh dengan sendirinya atau membaik dengan melakukan berbagai upaya pencegahan.
Meski hemoroid tidak mematikan seperti penyakit jantung, kanker, dan stroke, tapi penyakit ini sangat berpotensi mengurangi kualitas hidup seseorang. Rasa nyeri dan ketidaknyamanan akibat bengkak pada anus bisa mengurangi produktivitas seseorang. Oleh karena itu, pemberian terapi awal hemoroid sangatlah membantu untuk meningkatkan kualitas hidup serta menghindari komplikasi. Untuk derajat tertentu, jika telah terjadi perdarahan dan prolaps, tindakan invasif menjadi pilihan terakhir.
Hingga kini, memang belum ada obat yang benar-benar bisa menyembuhkan hemoroid. Namun kehadiran obat seperti diosmin dan hesperidin cukup memberi angin segar bagi penderita hemoroid. Pasalnya, bentuk mikronisasi kedua obat ini terbukti efektif mengatasi berbagai gejala hemoroid. Bahkan sebuah studi menemukan, pemberian keduanya sama efektif dengan rubber band ligation. Malah dengan efek samping yang lebih kecil.
1. Diosmin-Hespiridin
Farmakologi
Keduanya biasa diformulasi sebagai micronized purified flavonoid fraction (MPFF) unik yang mengandung 90% diosmin dan 10% hesperidin. Hesperidin diekstrak dari genus citrus dengan spesies Rutaceae aurantieae, suatu tipe jeruk kecil yang biasa ditemukan di daratan Spanyol, Afrika Utara, dan China. Sementara diosmin yang merupakan senyawa flavonoid diperoleh melalui proses sintesa, mulai dari bahan baku.
Melalui mikronisasi, kedua bahan aktif tersebut mengalami proses penggilingan dengan teknologi tinggi. Sebuah jet of air at supersonic velocities mampu mengurangi ukuran partikel standar dari 37 µm hingga kurang dari 2 µm. Akibatnya, penyerapan keduanya jadi lebih cepat dan lebih baik, sehingga bisa meningkatkan bioavailabilitas. Implikasinya tentu mengarah pada efikasi klinis yang lebih cepat dan superior.
Kedua senyawa tersebut memiliki mekanisme kerja yang unik. Layaknya noradrenalin, obat ini mengakibatkan kontraksi vena, menurunkan ekstravasasi dari kapiler dan menghambat reaksi inflamasi terhadap prostaglandin (PGE2, PGF2). Detailnya, diosmin-hesperidin dengan tepat bisa memerangi secara simultan semua aspek patologik dari penyakit pembuluh darah, lymphatic, dan mikrosirkulasi.
1. Pembuluh darah
Diosmin-hesperidin memperpanjang efek vasokonstriktor noradrenaline pada dinding pembuluh darah, bahkan didalam kondisi panas dan asam, serta bisa juga meningkatkan tonus venous. Aksi tersebut akhirnya bisa mengurangi venous capacitance, distensibility, dan stasis. Hal ini akan berujung pada peningkatan pengembalian vena dan mengurangi venous hyperpressure yang biasa dijumpai pada penderita chronic venous disease. Sedangkan pada tingkat mikrosirkulatori, diosmin-hesperidin terbukti melindungi venous valves dari perusakan yang diinduksi leukosit dan mencegah timbulnya refluks. Hal ini akan berdampak baik untuk mencegah terjadinya komplikasi pada progresi chronic venous disease.

2. Lymphatic
Diosmin-hesperidin bisa memperbaiki aliran limfatik dengan meningkatkan frekuensi dan intensitas kontraksi limfatik, serta meningkatkan jumlah total functional lymphatic capillaries. Keduanya juga mampu mengurangi diameter kapiler limfatik dan tekanan intralimfatik.

3. Mikrosirkulasi
Pada tingkat mikrosirkulasi, diosmin-hesperidin mengurangi permiabilitas kapiler dan meningkatkan resistensi kapiler dengan melindungi mikrosirkulasi dari proses perusakan. Obat ini juga bisa mengurangi pengeluaran dari molekul adhesi pada sel endotelial (ICAM1, VCAM1) dan pada leukosit (L-selectin, VLA-4, CD 11b), serta menghambat adhesi, migrasi, dan aktivasi leukosit pada tingkat kapiler. Hal ini akan berujung pada pengurangan pelepasan mediator inflamatori, radikal bebas dan prostaglandin (PGE2, PGF2a).

Aksi proteksi dan memperkuat vena serta sistem limfatik tersebut, dikaitkan dengan efek vasculoprotective pada makro dan mikrosirkulasi. Hal ini menjelaskan bagaimana efikasi penyembuhan dan protektif dari diosmin-hesperidin pada chronic venous disease dan hemorrhoidal disease, penyakit yang dikaitkan dengan inflamasi perivascular dan edema.
Indikasi
*Pada serangan hemoroid akut, diosmin-hesperidin sangat efektif, mengatasi semua tanda dan gejala seperti pendarahan, nyeri, discharge, tenesmus, dan proctitis.
*Efikasi diosmin-hesperidin bersama dengan fiber supplement lebih superior ketimbang fiber supplement saja, dan ekivalen dengan rubber-band ligation plus fiber supplement dalam menghentikan pendarahan karena hemoroid.
*Ardium dikombinasikan dengan infrared photocoagulation technique (IRP) lebih efektif menghentikan pendarahan secara cepat ketimbang dengan IRP saja.
* Diosmin-hesperidin dikombinasikan dengan hemorrhoidectomy secara signifikan mengurangi risiko pendarahan pasca bedah dan mempercepat waktu penyembuhan.

*Pengobatan jangka panjang untuk chronic hemorrhoidal disease, Diosmin-hesperidin terbukti mengurangi kekambuhan secara signifikan, durasi, intensitas dan keparahan dari serangan hemoroid.
Dosis
Serangan hemoroid akut: 6 tablet sehari selama 4 hari diikuti dengan 4 tablet per hari selama 3 hari.
Hemoroid kronik: 2 tablet per hari.
Efek Samping
Gangguan saluran cerna minor
Peringatan
Hati-hati penggunaan pada wanita yang menyusui
Nama dagang
Ardium
2. Kombinasi Bismuth
Farmakologi
Kombinasi bismuth subgallate, bismuth resorcin, bismuth subiodide, dan Zn oxide bisa meredakan gejala pada hemoroid eksterna dan interna tanpa komplikasi & fisura ani. Kombinasi obat ini juga bisa ditambahkan dengan suatu kortikosteroid (hidrokortison) yang bisa memperkuat efikasi dengan mengurangi gatal, bengkak, dan kemerahan pada inflamasi.
Indikasi
Meredakan gejala hemorrhoid, termasuk mengurangi nyeri minor, gatal, bengkak, dan ketidaknyamanan karena hemoroid.
Kontraindikasi
Hipersensitif
Dosis & Cara Pemberian
Satu suppositoria pada pagi dan malam hari, serta satu suppositoria tiap kali sesudah buang air besar.
Cara aplikasi: bersihkan area aplikasi dengan sabun ringan dan air, bilas lalu keringkan. Masukkan suppositoria dengan menggunakan aplikator ke dalam anus (setengah atau satu inci). Kemudian aplikasikan pada dan sekitar anal sesuai petunjuk. Jangan memasukkan jari atau bagian manapun dari kontainer obat ke anus. Selain itu, tidak dibenarkan memasukkan ujung aplikator lebih dari 1 inchi ke anus.
Efek Samping
Iritasi lokal mencakup kulit memerah, rasa terbakar, atau gatal pada sisi aplikasi. Jarang terjadi efek samping yang serius, seperti pendarahan rektal, perubahan penampilan kulit(warna, ketebalan), dan infeksi.
Peringatan
Penggunaan harus hati-hati untuk pasien yang alergi dengan hidrokortison, kehamilan, menyusui, dan pasien anak.
Nama dagang
Anusol, Anusol HC (kombinasi dengan hidrokortison)
3. Polidocanol
Farmakologi
Polidocanol merupakan sclerosing agent yang efektif. Obat ini mengandung 95% hydroxypolyethoxydodecane dan 5% ethyl alcohol. Polidocanol juga dikenal sebagai obat yang memiliki risiko komplikasi yang rendah.
Indikasi
Sklerosis dari varises untuk semua ukuran, dilatasi vena kutaneus dan wasir.
Dosis & Cara Pemberian
Maksimal 2 mg/kg/BB/hari. Sklerosis hemoroid: 0,5-1,5 ml/simpul yang mengalami dilatasi. Maksimal 2,5/bagian.
Kontraindikasi
Peradangan vena atau sel jaringan, atrofi, dermatitis, arteriosklerosis, vasokontriksi diabetik, endokarditis, miokarditis, kondisi demam, penyakit hati dan ginjal, asma bronkial, gangguan otonomik berat pada usia tua, setelah minum alkohol.
Efek Samping
Hiperpigmentasi
Peringatan
Jangan diberikan secara intra arteri
Nama dagang
Aethoxysklerol-Kreussler

Sunday, December 7, 2008

CAIRAN INTRAVENA





ASERING

Indikasi:

Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi: gastroenteritis akut, demam berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat, trauma.



Komposisi:

Setiap liter asering mengandung:

* Na 130 mEq

* K 4 mEq

* Cl 109 mEq

* Ca 3 mEq

* Asetat (garam) 28 mEq

Keunggulan:

* Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang mengalami gangguan hati

* Pada pemberian sebelum operasi sesar, RA mengatasi asidosis laktat lebih baik dibanding RL pada neonatus

* Pada kasus bedah, asetat dapat mempertahankan suhu tubuh sentral pada anestesi dengan isofluran

* Mempunyai efek vasodilator

* Pada kasus stroke akut, penambahan MgSO4 20 % sebanyak 10 ml pada 1000 ml RA, dapat meningkatkan tonisitas larutan infus sehingga memperkecil risiko memperburuk edema serebral

KA-EN 1B

Indikasi:

* Sebagai larutan awal bila status elektrolit pasien belum diketahui, misal pada kasus emergensi (dehidrasi karena asupan oral tidak memadai, demam)

* <>

* Dosis lazim 500-1000 ml untuk sekali pemberian secara IV. Kecepatan sebaiknya 300-500 ml/jam (dewasa) dan 50-100 ml/jam pada anak-anak

* Bayi prematur atau bayi baru lahir, sebaiknya tidak diberikan lebih dari 100 ml/jam

KA-EN 3A & KA-EN 3B

Indikasi:

* Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan asupan oral terbatas

* Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)

* Mensuplai kalium sebesar 10 mEq/L untuk KA-EN 3A

* Mensuplai kalium sebesar 20 mEq/L untuk KA-EN 3B

KA-EN MG3

Indikasi :

* Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan asupan oral terbatas

* Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)

* Mensuplai kalium 20 mEq/L

* Rumatan untuk kasus dimana suplemen NPC dibutuhkan 400 kcal/L

KA-EN 4A

Indikasi :

* Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak

* Tanpa kandungan kalium, sehingga dapat diberikan pada pasien dengan berbagai kadar konsentrasi kalium serum normal

* Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik


Komposisi (per 1000 ml):

* Na 30 mEq/L

* K 0 mEq/L

* Cl 20 mEq/L

* Laktat 10 mEq/L

* Glukosa 40 gr/L

KA-EN 4B

Indikasi:

* Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak usia kurang 3 tahun

* Mensuplai 8 mEq/L kalium pada pasien sehingga meminimalkan risiko hipokalemia

* Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik


Komposisi:

* Na 30 mEq/L

* K 8 mEq/L

* Cl 28 mEq/L

* Laktat 10 mEq/L

* Glukosa 37,5 gr/L

Otsu-NS

Indikasi:

* Untuk resusitasi

* Kehilangan Na > Cl, misal diare

* Sindrom yang berkaitan dengan kehilangan natrium (asidosis diabetikum, insufisiensi adrenokortikal, luka bakar)

Otsu-RL

Indikasi:

* Resusitasi

* Suplai ion bikarbonat

* Asidosis metabolik

MARTOS-10

Indikasi:

* Suplai air dan karbohidrat secara parenteral pada penderita diabetik

* Keadaan kritis lain yang membutuhkan nutrisi eksogen seperti tumor, infeksi berat, stres berat dan defisiensi protein

* Dosis: 0,3 gr/kg BB/jam

* Mengandung 400 kcal/L

AMIPAREN

Indikasi:

* Stres metabolik berat

* Luka bakar

* Infeksi berat

* Kwasiokor

* Pasca operasi

* Total Parenteral Nutrition

* Dosis dewasa 100 ml selama 60 menit

AMINOVEL-600

Indikasi:

* Nutrisi tambahan pada gangguan saluran GI

* Penderita GI yang dipuasakan

* Kebutuhan metabolik yang meningkat (misal luka bakar, trauma dan pasca operasi)

* Stres metabolik sedang

* Dosis dewasa 500 ml selama 4-6 jam (20-30 tpm)

PAN-AMIN G

Indikasi:

* Suplai asam amino pada hiponatremia dan stres metabolik ringan

* Nitrisi dini pasca operasi

* Tifoid

1. Berat Badan

BB klien = 7,1 kg

BB normal untuk usia klien (9 bulan)adalah : Umur (bulan) + 9 = 18/2

2

= 9 kg

Persentase BB klien = 7,1 x 100%

9

= 79 % (Malnutrisi ringan) (75 – 90 % Grade I).

2. Tinggi Badan

TB = 70,5 cm

TB normal (0 – 1 thn) = 75 cm

Persentase TB Klien = 70, 5 x 100 %

70

= 94% (Malnutrisi Ringan) (90 – 95%)

3. Kebutuhan cairan

Kebutuhan cairan maintenance = 7,1 x 100 cc/hari = 710 cc/hari

IWL = 30 x 7,1 Total IWL + SWL = 333 + 1041

= 213 ……….(A) = 1374 cc

= A + 200 (37,4 – 36,8 0C)

= 213 + 200 (0,6)

= 213 + 120

= 333 cc

SWL = 1. Out put urine = 2 cc/kg BB/jam

= 2 x 7.1

= 14,2 cc/jam

= 341 cc/hari

2. Feses (3 kali) = 3 x 200 cc

= 600 cc

3. Muntah (1 kali) = 100 cc

DIarsipkan di bawah: 7. KDM ZONE

« IMT SEBAGAI ALAT PEMANTAU BERAT BADAN HIPERGLIKEMIA »

Obat antibiotik adalah obat yang sangat sering diresepkan dokter pada para pasien, misalnya pada pasien dengan gejala utama demam. Masyarakat pun sering menggunakan obat antibiotik tanpa resep dokter.

Menurut definisinya, obat antibiotik adalah bahan yang berfungsi untuk menghambat pertumbuhan atau menhancurkan kehidupan mikroorganisme, dalam hal ini adalah bakteri. Dalam dunia kesehatan, obat antibiotik digunakan untuk menghentikan infeksi bakteri di dalam tubuh manusia. Obat antibiotik terdiri dari banyak golongan yang dibagi lagi menjadi banyak jenis dengan cara kerja berbagai macam.

Di seluruh dunia, obat antibiotik tergolong sebagai obat keras yang hanya bisa didapatkan dengan resep dokter, sehingga pembelian & penggunaan obat antibiotik tanpa resep dokter adalah suatu langkah yang salah, karena penggunaan obat antibiotik yang tidak tepat/rasional dapat menimbulkan berbagai bahaya bagi penggunanya.

Penggunaan obat antibiotik yang tidak rasional/tepat adalah:

- Dosis atau lama pemakaian yang tidak sesuai standar pengobatan

- Indikasi pengobatan yang salah

- Tidak diresepkan oleh dokter

- Penggunaan yang terlalu sering.

Antibiotika dapat digolongkan berdasarkan sasaran kerja senyawa tersebut dan susunan kimiawinya. Ada enam kelompok antibiotika[1] dilihat dari target atau sasaran kerjanya(nama contoh diberikan menurut ejaan Inggris karena belum semua nama diindonesiakan atau diragukan pengindonesiaannya):

* Inhibitor sintesis dinding sel bakteri, mencakup golongan Penicillin, Polypeptide dan Cephalosporin, misalnya ampicillin, penicillin G;

* Inhibitor transkripsi dan replikasi, mencakup golongan Quinolone, misalnya rifampicin, actinomycin D, nalidixic acid;

* Inhibitor sintesis protein, mencakup banyak jenis antibiotik, terutama dari golongan Macrolide, Aminoglycoside, dan Tetracycline, misalnya gentamycin, chloramphenicol, kanamycin, streptomycin, tetracycline, oxytetracycline;

* Inhibitor fungsi membran sel, misalnya ionomycin, valinomycin;

* Inhibitor fungsi sel lainnya, seperti golongan sulfa atau sulfonamida, misalnya oligomycin, tunicamycin; dan

* Antimetabolit, misalnya azaserine.

Penggunaan antibiotika

Karena biasanya antibiotika bekerja sangat spesifik pada suatu proses, mutasi yang mungkin terjadi pada bakteri memungkinkan munculnya strain bakteri yang 'kebal' terhadap antibiotika. Itulah sebabnya, pemberian antibiotika biasanya diberikan dalam dosis yang menyebabkan bakteri segera mati dan dalam jangka waktu yang agak panjang agar mutasi tidak terjadi. Penggunaan antibiotika yang 'tanggung' hanya membuka peluang munculnya tipe bakteri yang 'kebal'.

Pemakaian antibiotika di bidang pertanian sebagai antibakteri umumnya terbatas karena dianggap mahal, namun dalam bioteknologi pemakaiannya cukup luas untuk menyeleksi sel-sel yang mengandung gen baru. Praktik penggunaan antibiotika ini dikritik tajam oleh para aktivis lingkungan karena kekhawatiran akan munculnya hama yang tahan antibiotika.


Tuesday, November 18, 2008

Gastritis (Magh)


Print E-mail
Gastritis atau lebih dikenal sebagai magh berasal dari bahasa yunani yaitu gastro, yang berarti perut/lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan. Gastritis bukan merupakan penyakit tunggal, tetapi terbentuk dari beberapa kondisi yang kesemuanya itu mengakibatkan peradangan pada lambung. Biasanya, peradangan tersebut merupakan akibat dari infeksi oleh bakteri yang sama dengan bakteri yang dapat mengakibatkan borok di lambung yaitu Helicobacter pylori. Tetapi factor – factor lain seperti trauma fisik dan pemakaian secara terus menerus beberapa obat penghilang sakit dapat juga menyebabkan gastritis.
Gastritis atau lebih dikenal sebagai magh berasal dari bahasa yunani yaitu gastro, yang berarti perut/lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan. Gastritis bukan merupakan penyakit tunggal, tetapi terbentuk dari beberapa kondisi yang kesemuanya itu mengakibatkan peradangan pada lambung. Biasanya, peradangan tersebut merupakan akibat dari infeksi oleh bakteri yang sama dengan bakteri yang dapat mengakibatkan borok di lambung yaitu Helicobacter pylori. Tetapi factor – factor lain seperti trauma fisik dan pemakaian secara terus menerus beberapa obat penghilang sakit dapat juga menyebabkan gastritis.

Pada beberapa kasus, gastritis dapat menyebabkan terjadinya borok (ulcer) dan dapat meningkatkan resiko dari kanker lambung. Akan tetapi bagi banyak orang, gastritis bukanlah penyakit yang serius dan dapat segera membaik dengan pengobatan.

Gejala-gejala

Walaupun banyak kondisi yang dapat menyebabkan gastritis, gejala dan tanda – tanda penyakit ini sama antara satu dengan yang lainnya. Gejala-gejala tersebut antara lain :

  • Perih atau sakit seperti terbakar pada perut bagian atas yang dapat menjadi lebih baik atau lebih buruk ketika makan

  • Mual

  • Muntah

  • Kehilangan selera

  • Kembung

  • Terasa penuh pada perut bagian atas setelah makan

  • Kehilangan berat badan

Gastritis yang terjadi tiba – tiba (akut) biasanya mempunyai gejala mual dan sakit pada perut bagian atas, sedangkan gastritis kronis yang berkembang secara bertahap biasanya mempunyai gejala seperti sakit yang ringan pada perut bagian atas dan terasa penuh atau kehilangan selera. Bagi sebagian orang, gastritis kronis tidak menyebabkan apapun.

Kadang, gastritis dapat menyebabkan pendarahan pada lambung, tapi hal ini jarang menjadi parah kecuali bila pada saat yang sama juga terjadi borok pada lambung. Pendarahan pada lambung dapat menyebabkan muntah darah atau terdapat darah pada feces dan memerlukan perawatan segera.

Karena gastritis merupakan salah satu dari sekian banyak penyakit pencernaan dengan gejala - gejala yang mirip antara satu dengan yang lainnya, menyebabkan penyakit ini mudah dianggap sebagai penyakit lainnya seperti :

  • Gastroenteritis. Juga disebut sebagai flu perut (stomach flu), yang biasanya terjadi akibat infeksi virus pada usus. Gejalanya meliputi diare, kram perut dan mual atau muntah, juga ketidaksanggupan untuk mencerna. Gejala dari gastroenteritis sering hilang dalam satu atau dua hari sedangkan untuk gastritis dapat terjadi terus menerus.

  • Heartburn. Rasa sakit seperti terbakar yang terasa di belakang tulang dada ini biasanya terjadi setelah makan. Hal ini terjadi karena asam lambung naik dan masuk ke dalam esophagus (saluran yang menghubungkan antara tenggorokan dan perut). Heartburn dapat juga menyebabkan rasa asam pada mulut dan terasa sensasi makanan yang sebagian sudah dicerna kembali ke mulut.

  • Stomach ulcers. Jika rasa perih dan panas dalam perut terjadi terus menerus dan parah, maka hal itu kemungkinan disebabkan karena adanya borok dalam lambung. Stomach (peptic) ulcer atau borok lambung adalah luka terbuka yang terjadi dalam lambung. Gejala yang paling umum adalah rasa sakit yang menjadi semakin parah ketika malam hari atau lambung sedang kosong. Gastritis dan stomach ulcers mempunyai beberapa penyebab yang sama, terutama infeksi H. pylori. Penyakit ini dapat mengakibatkan terjadinya gastritis dan begitu juga sebaliknya.

  • Nonulcer dyspepsia. Merupakan kelainan fungsional yang tidak terkait pada penyakit tertentu. Penyebab pasti keadaan ini tidak diketahui, tetapi stress dan terlalu banyak mengkonsumsi gorengan, makanan pedas atau makanan berlemak diduga dapat mengakibatkan keadaan ini. Gejalanya adalah sakit pada perut atas, kembung dan mual.

Penyebab

Lambung adalah sebuah kantung otot yang kosong, terletak pada bagian kiri atas perut tepat dibawah tulang iga. Lambung orang dewasa mempunyai panjang berkisar antara 10 inchi dan dapat mengembang untuk menampung makanan atau minuman sebanyak 1 gallon. Bila lambung dalam keadaan kosong, maka ia akan melipat, mirip seperti sebuah akordion. Ketika lambung mulai terisi dan mengembang, lipatan - lipatan tersebut secara bertahap membuka.

Lambung memproses dan menyimpan makanan dan secara bertahap melepaskannya ke dalam usus kecil. Ketika makanan masuk ke dalam esophagus, sebuah cincin otot yang berada pada sambungan antara esophagus dan lambung (esophageal sphincter) akan membuka dan membiarkan makanan masuk ke lambung. Setelah masuk ke lambung cincin in menutup. Dinding lambung terdiri dari lapisan lapisan otot yang kuat. Ketika makanan berada di lambung, dinding lambung akan mulai menghancurkan makanan tersebut. Pada saat yang sama, kelenjar - kelenjar yang berada di mukosa pada dinding lambung mulai mengeluarkan cairan lambung (termasuk enzim - enzim dan asam lambung) untuk lebih menghancurkan makanan tersebut.

Salah satu komponen cairan lambung adalah asam hidroklorida. Asam ini sangat korosif sehingga paku besi pun dapat larut dalam cairan ini. Dinding lambung dilindungi oleh mukosa - mukosa bicarbonate (sebuah lapisan penyangga yang mengeluarkan ion bicarbonate secara regular sehingga menyeimbangkan keasaman dalam lambung) sehingga terhindar dari sifat korosif asam hidroklorida.

Gastritis biasanya terjadi ketika mekanisme pelindung ini kewalahan dan mengakibatkan rusak dan meradangnya dinding lambung. Beberapa penyebab yang dapat mengakibatkan terjadinya gastritis antara lain :

  • Infeksi bakteri. Sebagian besar populasi di dunia terinfeksi oleh bakteri H. Pylori yang hidup di bagian dalam lapisan mukosa yang melapisi dinding lambung. Walaupun tidak sepenuhnya dimengerti bagaimana bakteri tersebut dapat ditularkan, namun diperkirakan penularan tersebut terjadi melalui jalur oral atau akibat memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri ini. Infeksi H. pylori sering terjadi pada masa kanak - kanak dan dapat bertahan seumur hidup jika tidak dilakukan perawatan. Infeksi H. pylori ini sekarang diketahui sebagai penyebab utama terjadinya peptic ulcer dan penyebab tersering terjadinya gastritis. Infeksi dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan peradangan menyebar yang kemudian mengakibatkan perubahan pada lapisan pelindung dinding lambung. Salah satu perubahan itu adalah atrophic gastritis, sebuah keadaan dimana kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung secara perlahan rusak. Peneliti menyimpulkan bahwa tingkat asam lambung yang rendah dapat mengakibatkan racun-racun yang dihasilkan oleh kanker tidak dapat dihancurkan atau dikeluarkan secara sempurna dari lambung sehingga meningkatkan resiko (tingkat bahaya) dari kanker lambung. Tapi sebagian besar orang yang terkena infeksi H. pylori kronis tidak mempunyai kanker dan tidak mempunyai gejala gastritis, hal ini mengindikasikan bahwa ada penyebab lain yang membuat sebagian orang rentan terhadap bakteri ini sedangkan yang lain tidak.

  • Pemakaian obat penghilang nyeri secara terus menerus. Obat analgesik anti inflamasi nonsteroid (AINS) seperti aspirin, ibuprofen dan naproxen dapat menyebabkan peradangan pada lambung dengan cara mengurangi prostaglandin yang bertugas melindungi dinding lambung. Jika pemakaian obat - obat tersebut hanya sesekali maka kemungkinan terjadinya masalah lambung akan kecil. Tapi jika pemakaiannya dilakukan secara terus menerus atau pemakaian yang berlebihan dapat mengakibatkan gastritis dan peptic ulcer.

  • Penggunaan alkohol secara berlebihan. Alkohol dapat mengiritasi dan mengikis mukosa pada dinding lambung dan membuat dinding lambung lebih rentan terhadap asam lambung walaupun pada kondisi normal.

  • Penggunaan kokain. Kokain dapat merusak lambung dan menyebabkan pendarahan dan gastritis.

  • Stress fisik. Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar atau infeksi berat dapat menyebabkan gastritis dan juga borok serta pendarahan pada lambung.

  • Kelainan autoimmune. Autoimmune atrophic gastritis terjadi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel sehat yang berada dalam dinding lambung. Hal ini mengakibatkan peradangan dan secara bertahap menipiskan dinding lambung, menghancurkan kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung dan menganggu produksi faktor intrinsic (yaitu sebuah zat yang membantu tubuh mengabsorbsi vitamin B-12). Kekurangan B-12, akhirnya, dapat mengakibatkan pernicious anemia, sebuah konsisi serius yang jika tidak dirawat dapat mempengaruhi seluruh sistem dalam tubuh. Autoimmune atrophic gastritis terjadi terutama pada orang tua.

  • Crohn's disease. Walaupun penyakit ini biasanya menyebabkan peradangan kronis pada dinding saluran cerna, namun kadang-kadang dapat juga menyebabkan peradangan pada dinding lambung. Ketika lambung terkena penyakit ini, gejala-gejala dari Crohn's disease (yaitu sakit perut dan diare dalam bentuk cairan) tampak lebih menyolok daripada gejala-gejala gastritis.

  • Radiasi and kemoterapi. Perawatan terhadap kanker seperti kemoterapi dan radiasi dapat mengakibatkan peradangan pada dinding lambung yang selanjutnya dapat berkembang menjadi gastritis dan peptic ulcer. Ketika tubuh terkena sejumlah kecil radiasi, kerusakan yang terjadi biasanya sementara, tapi dalam dosis besar akan mengakibatkan kerusakan tersebut menjadi permanen dan dapat mengikis dinding lambung serta merusak kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung.

  • Penyakit bile reflux. Bile (empedu) adalah cairan yang membantu mencerna lemak-lemak dalam tubuh. Cairan ini diproduksi oleh hati. Ketika dilepaskan, empedu akan melewati serangkaian saluran kecil dan menuju ke usus kecil. Dalam kondisi normal, sebuah otot sphincter yang berbentuk seperti cincin (pyloric valve) akan mencegah empedu mengalir balik ke dalam lambung. Tapi jika katup ini tidak bekerja dengan benar, maka empedu akan masuk ke dalam lambung dan mengakibatkan peradangan dan gastritis.

  • Faktor-faktor lain. Gastritis sering juga dikaitkan dengan konsisi kesehatan lainnya seperti HIV/AIDS, infeksi oleh parasit, dan gagal hati atau ginjal.

Kapan harus pergi ke dokter

Hampir setiap orang pernah mengalami penyakit pencernaan dan iritasi lambung. Dalam banyak kasus, terjadi hanya sebentar dan tidak membutuhkan perawatan medis. Tapi jika terdapat gejala-gejala gastritis yang terjadi secara terus menerus selama seminggu atau lebih, segera temui dokter. Dan pastikan untuk menginformasikan semua yang anda rasakan terutama bila anda merasakan sakit setelah meminum obat-obat bebas seperti aspirin atau yang lainnya.

Jika terjadi muntah darah atau terdapat darah dalam feces, segera temui dokter untuk menemukan penyebabnya.

Screening dan diagnosa

Bila seorang pasien didiagnosa terkena gastritis, biasanya dilanjutkan dengan pemeriksaan tambahan untuk mengetahui secara jelas penyebabnya. Pemeriksaan tersebut meliputi :

  • Pemeriksaan darah. Tes ini digunakan untuk memeriksa adanya antibodi H. pylori dalam darah. Hasil tes yang positif menunjukkan bahwa pasien pernah kontak dengan bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya, tapi itu tidak menunjukkan bahwa pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat juga dilakukan untuk memeriksa anemia, yang terjadi akibat pendarahan lambung akibat gastritis.

  • Pemeriksaan pernapasan. Tes ini dapat menentukan apakah pasien terinfeksi oleh bakteri H. pylori atau tidak.

  • Pemeriksaan feces. Tes ini memeriksa apakah terdapat H. pylori dalam feses atau tidak. Hasil yang positif dapat mengindikasikan terjadinya infeksi. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap adanya darah dalam feces. Hal ini menunjukkan adanya pendarahan pada lambung.

  • Endoskopi saluran cerna bagian atas. Dengan tes ini dapat terlihat adanya ketidaknormalan pada saluran cerna bagian atas yang mungkin tidak terlihat dari sinar-X. Tes ini dilakukan dengan cara memasukkan sebuah selang kecil yang fleksibel (endoskop) melalui mulut dan masuk ke dalam esophagus, lambung dan bagian atas usus kecil. Tenggorokan akan terlebih dahulu dimati-rasakan (anestesi) sebelum endoskop dimasukkan untuk memastikan pasien merasa nyaman menjalani tes ini. Jika ada jaringan dalam saluran cerna yang terlihat mencurigakan, dokter akan mengambil sedikit sampel (biopsy) dari jaringan tersebut. Sampel itu kemudian akan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa. Tes ini memakan waktu kurang lebih 20 sampai 30 menit. Pasien biasanya tidak langsung disuruh pulang ketika tes ini selesai, tetapi harus menunggu sampai efek dari anestesi menghilang, kurang lebih satu atau dua jam. Hampir tidak ada resiko akibat tes ini. Komplikasi yang sering terjadi adalah rasa tidak nyaman pada tenggorokan akibat menelan endoskop.

  • Ronsen saluran cerna bagian atas. Tes ini akan melihat adanya tanda-tanda gastritis atau penyakit pencernaan lainnya. Biasanya akan diminta menelan cairan barium terlebih dahulu sebelum dilakukan ronsen. Cairan ini akan melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika di ronsen.

Komplikasi

Jika dibiarkan tidak terawat, gastritis akan dapat menyebabkan peptic ulcers dan pendarahan pada lambung. Beberapa bentuk gastritis kronis dapat meningkatkan resiko kanker lambung, terutama jika terjadi penipisan secara terus menerus pada dinding lambung dan perubahan pada sel-sel di dinding lambung.

Kebanyakan kanker lambung adalah adenocarcinomas, yang bermula pada sel-sel kelenjar dalam mukosa. Adenocarcinomas tipe 1 biasanya terjadi akibat infeksi H. pylori. Kanker jenis lain yang terkait dengan infeksi akibat H. pylori adalah MALT (mucosa associated lymphoid tissue) lymphomas, kanker ini berkembang secara perlahan pada jaringan sistem kekebalan pada dinding lambung. Kanker jenis ini dapat disembuhkan bila ditemukan pada tahap awal.

Terapi

Terapi gastritis sangat bergantung pada penyebab spesifiknya dan mungkin memerlukan perubahan dalam gaya hidup, pengobatan atau, dalam kasus yang jarang, pembedahan untuk mengobatinya.

Terapi terhadap asam lambung

Asam lambung mengiritasi jaringan yang meradang dalam lambung dan menyebabkan sakit dan peradangan yang lebih parah. Itulah sebabnya, bagi sebagian besar tipe gastritis, terapinya melibatkan obat-obat yang mengurangi atau menetralkan asam lambung seperti :

  • Anatsida. Antasida merupakan obat bebas yang dapat berbentuk cairan atau tablet dan merupakan obat yang umum dipakai untuk mengatasi gastritis ringan. Antasida menetralisir asam lambung dan dapat menghilangkan rasa sakit akibat asam lambung dengan cepat.

  • Penghambat asam. Ketika antasida sudah tidak dapat lagi mengatasi rasa sakit tersebut, dokter kemungkinan akan merekomendasikan obat seperti cimetidin, ranitidin, nizatidin atau famotidin untuk mengurangi jumlah asam lambung yang diproduksi.

  • Penghambat pompa proton. Cara yang lebih efektif untuk mengurangi asam lambung adalah dengan cara menutup “pompa” asam dalam sel-sel lambung penghasil asam. Penghambat pompa proton mengurangi asam dengan cara menutup kerja dari “pompa-pompa” ini. Yang termasuk obat golongan ini adalah omeprazole, lansoprazole, rabeprazole dan esomeprazole. Obat-obat golongan ini juga menghambat kerja H. pylori.

  • Cytoprotective agents. Obat-obat golongan ini membantu untuk melindungi jaringan-jaringan yang melapisi lambung dan usus kecil. Yang termasuk ke dalamnya adalah sucraflate dan misoprostol. Jika meminum obat-obat AINS secara teratur (karena suatu sebab), dokter biasanya menganjurkan untuk meminum obat-obat golongan ini. Cytoprotective agents yang lainnya adalah bismuth subsalicylate yang juga menghambat aktivitas H. pylori.

Terapi terhadap H. pylori

Terdapat beberapa regimen dalam mengatasi infeksi H. pylori. Yang paling sering digunakan adalah kombinasi dari antibiotik dan penghambat pompa proton. Terkadang ditambahkan pula bismuth subsalycilate. Antibiotik berfungsi untuk membunuh bakteri, penghambat pompa proton berfungsi untuk meringankan rasa sakit, mual, menyembuhkan inflamasi dan meningkatkan efektifitas antibiotik.

Terapi terhadap infeksi H. pylori tidak selalu berhasil, kecepatan untuk membunuh H. pylori sangat beragam, bergantung pada regimen yang digunakan. Akan tetapi kombinasi dari tiga obat tampaknya lebih efektif daripada kombinasi dua obat. Terapi dalam jangka waktu yang lama (terapi selama 2 minggu dibandingkan dengan 10 hari) juga tampaknya meningkatkan efektifitas.

Untuk memastikan H. pylori sudah hilang, dapat dilakukan pemeriksaan kembali setelah terapi dilaksanakan. Pemeriksaan pernapasan dan pemeriksaan feces adalah dua jenis pemeriksaan yang sering dipakai untuk memastikan sudah tidak adanya H. pylori. Pemeriksaan darah akan menunjukkan hasil yang positif selama beberapa bulan atau bahkan lebih walaupun pada kenyataanya bakteri tersebut sudah hilang.

Pencegahan

Walaupun infeksi H. pylori tidak dapat selalu dicegah, berikut beberapa saran untuk dapat mengurangi resiko terkena gastritis :

  • Makan secara benar. Hindari makanan yang dapat mengiritasi terutama makanan yang pedas, asam, gorengan atau berlemak. Yang sama pentingnya dengan pemilihan jenis makanan yang tepat bagi kesehatan adalah bagaimana cara memakannya. Makanlah dengan jumlah yang cukup, pada waktunya dan lakukan dengan santai.

  • Hindari alkohol. Penggunaan alkohol dapat mengiritasi dan mengikis lapisan mukosa dalam lambung dan dapat mengakibatkan peradangan dan pendarahan.

  • Jangan merokok. Merokok mengganggu kerja lapisan pelindung lambung, membuat lambung lebih rentan terhadap gastritis dan borok. Merokok juga meningkatkan asam lambung, sehingga menunda penyembuhan lambung dan merupakan penyebab utama terjadinya kanker lambung. Tetapi, untuk dapat berhenti merokok tidaklah mudah, terutama bagi perokok berat. Konsultasikan dengan dokter mengenai metode yang dapat membantu untuk berhenti merokok.

  • Lakukan olah raga secara teratur. Aerobik dapat meningkatkan kecepatan pernapasan dan jantung, juga dapat menstimulasi aktifitas otot usus sehingga membantu mengeluarkan limbah makanan dari usus secara lebih cepat.

  • Kendalikan stress. Stress meningkatkan resiko serangan jantung dan stroke, menurunkan sistem kekebalan tubuh dan dapat memicu terjadinya permasalahan kulit. Stress juga meningkatkan produksi asam lambung dan melambatkan kecepatan pencernaan. Karena stress bagi sebagian orang tidak dapat dihindari, maka kuncinya adalah mengendalikannya secara effektif dengan cara diet yang bernutrisi, istirahat yang cukup, olah raga teratur dan relaksasi yang cukup.

  • Ganti obat penghilang nyeri. Jika dimungkinkan, hindari penggunaan AINS, obat-obat golongan ini akan menyebabkan terjadinya peradangan dan akan membuat peradangan yang sudah ada menjadi lebih parah. Ganti dengan penghilang nyeri yang mengandung acetaminophen.

  • Ikuti rekomendasi dokter.

Daftar Pustaka

Perhatian

Tulisan ini tidak diperuntukkan sebagai panduan untuk melakukan swamedikasi (pengobatan sendiri) terhadap penyakit yang anda derita. Karena kesalahan dalam mendiagnosa dan menggunakan obat akan mengakibatkan kefatalan. Tulisan ini diperuntukkan sebagai penambah wawasan dan sedikit pegangan dalam melakukan konsultasi dengan dokter mengenai penyakit yang anda derita atau konsultasi dengan apoteker mengenai pemakaian obat yang diresepkan dokter secara benar sehingga anda dapat memahami dengan tepat mengenai penyakit yang anda derita dan bagaimana terapi yang benar terhadap penyakit tersebut.




Monday, September 8, 2008

Standar Minimum Pelayanan ICU


BAB V STANDAR MINIMUM PELAYANAN INTENSIVE CARE UNIT

Tingkat pelayanan ICU harus diseuaikan dengan kelas rumah sakit. Tingkat pelayanan ini ditentukan oleh jumlah staf, fasilitas, pelayanan penunjang, jumlah dan macam pasien yang dirawat. Pelayanan ICU harus memiliki kemampuan minimal sebagai berikut :

  • Resusitasi jantung paru.
  • Pengelolaan jalan napas, termasuk intubasi trakeal dan penggunaan ventilator sederhana
  • Terapi oksigen
  • Pemantauan EKG, pulse oksimetri terus menerus
  • Pemberian nutrisi enteral dan parenteral
  • Pemeriksaaan laboratorium khusus dengan cepat dan menyeluruh
  • Pelaksanaan terapi secara titrasi
  • Kemampuan melaksanakan teknik khusus sesuai dengan kondisi pasien
  • Memberikan tunjangan fungsi vital dengan alat-alat portabel selama transportasi pasien gawat
  • Kemampuan melakukan fisioterapi dada

1. Klasifikasi atau stratifikasi pelayanan ICU a. Pelayanan ICU primer (standar minimal) Pelayanan ICU primer mampu memberikan pengelolan resusitatif segera untuk pasien sakit gawat, tunjangan kardio-respirasi jangka pendek, dan mempunyai peran penting dalam pemantauan dan pencegahan penyulit pada pasien medik dan bedah yang beresiko. Dalam ICU dilakukan ventilasi mekanik dan pemantauan kardiovaskuler sederhana selama beberapa jam. Kekhususan yang harus dimiliki :

  1. Ruangan tersendiri ; letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat dan ruangan perawatan lain.
  2. Memiliki kebijaksanaan/kriteria penderita yang masuk, keluar serta rujukan.
  3. Memiliki seorang dokter spesialis anestesiologi sebagai kepala.
  4. Ada dokter jaga 24 (dua puluh empat) jam dengan kemampuan melakukan resusitasi jantung paru (A, B, C, D, E, F).
  5. Konsulen yang membantu harus selalu dapat dihubungi dan dipanggil setiap saat.
  6. Memiliki jumlah perawat yang cukup dan sebagian besar terlatih.
  7. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu (Hb. Hematokrit, elektrolit, gula darah dan trombosit), roentgen, kemudahan diagnostik dan fisioterapi.

b. Pelayanan ICU sekunder Pelayanan ICU sekunder memberikan standar ICU umum yang tinggi, yang mendukung peran rumah sakit yang lain yang telah digariskan, misalnya kedokteran umum, bedah, pengelolaan trauma, bedah saraf, bedah vaskuler dan lain-lainnya. ICU hendaknya mampu memberikan tunjangan ventilasi mekanis lebih lama melakukan dukungan/bantuan hidup lain tetapi tidak terlalu kompleks. Kekhususan yang harus dimiliki :

  1. Ruangan tersendiri ; letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat dan ruangan perawatan lain.
  2. Memiliki ketentuan / kriteria penderita yang masuk, keluar serta rujukan.
  3. Memiliki konsultan yang dapat dihubungi dan datang setiap saat bila diperlukan.
  4. Memiliki seorang kepala ICU, seorang dokter konsultan intensive care, atau bila tidak tersedia oleh dokter spesialis anestesiologi , yang bertanggung jawab secara keseluruhan dan dokter jaga yang minimal mampu melakukan resusitasi jantung paru (bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjut).
  5. Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan pasien : perawat sama dengan 1:1 untuk pasien dengan ventilator, renal replacement therapy dan 2:1 untuk kasus-kasus lainnya.
  6. Memiliki lebih dari 50% perawat bersertifikat terlatih perawatan / terapi intensif atau minimal berpengalaman kerja 3 (tiga) tahun di ICU.
  7. Mampu memberikan tunjangan ventilasi mekanis beberapa lama dan dalam batas tertentu melakukan pemantauan invasif dan usaha-usaha penunjang hidup.
  8. Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, roentgen, kemudahan diagnostik dan fisioterapi selama 24 (dua puluh empat) jam.
  9. Memiliki ruangan isolasi atau mampu melakukan prosedur isolasi.

c. Pelayanan ICU tersier (tertinggi) Pelayanan ICU tersier merupakan rujukan tertinggi untuk ICU, memberikan pelayanan yang tertinggi termasuk dukungan / bantuan hidup multi-sistim yang kompleks dalam jangka waktu yang terbatas. ICU ini melakukan ventilasi mekanis pelayanan dukungan / bantuan renal ekstrakorporal dan pemantuan kardiovaskuler invasif dalam jangka waktu yang terbatas dan mempunyai dukungan pelayanan penunjang medik. Semua pasien yang masuk ke dalam unit harus dirujuk untuk dikelola oleh spesialis intensive care. Kekhususan yang harus dimiliki :

  1. Memiliki ruangan khusus tersendiri didalam rumah sakit.
  2. Memiliki kriteria penderita masuk, keluar dan rujukan.
  3. Memiliki dokter sepesialis yang dibutuhkan dan dapat dihubungi, datang setiap saat diperlukan.
  4. Dikelola oleh seorang ahli anestesiologi konsultan intensive care atau dokter ahli konsultan intensive care yang lain yang bertanggung jawab secara keseluruhan dan dokter jaga yang minimal mampu resusitasi jantung paru (bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjut).
  5. Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan pasien : perawat sama dengan 1: 1 untuk pasien dengan ventilator, renal replacement therapy dan 2:1 untuk kasus-kasus lainnya.
  6. Memiliki lebih dari 75% perawat bersertifikat terlatih perawatan / terapi intensif atau minimal berpengalaman kerja 3 (tiga) tahun di ICU.
  7. Mampu melakukan semua bentuk pemantauan dan perawatan / terapi intensif baik non-invasif maupun invasif.
  8. Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, roentgen, kemudahan diagnostik dan fisioterapi selama 24 (dua puluh empat) jam.
  9. Memiliki paling sedikit seorang yang mampu dalam mendidik tenaga medik dan paramedik agar dapat memberikan pelayanan yang optimal pada pasien.
  10. Memiliki prosedur untuk pelaporan resmi dan pengkajian. (sampai disini).
  11. Memiliki staf tambahan yang lain, misalnya tenaga administrasi, tenaga rekam medik, tenaga untuk kepentingan ilmiah dan penelitian.

d. Prosedur pelayanan perawatan / terapi (ICU) Ruang lingkup pelayanan yang diberikan di ICU:

  1. Diagnosis dan penatalaksanaan spesifik penyakit-penyakit akut yang mengancam nyawa dan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit sampai beberapa hari.
  2. Memberi bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh sekaligus melakukan pelaksanaan spesifik problema dasar.
  3. Pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan terhadap komplikasi yang ditimbulkan oleh :
    1. Penyakit
    2. Latrogenik
  4. Memberikan bantuan psikologis pada pasien yang nyawanya pada saat itu bergantung pada fungsi alat / mesin dan orang lain.

e. Indikasi masuk dan keluar ICU Suatu ICU mampu menggabungkan teknologi tinggi dan keahlian khusus dalam bidang kedokteran dan keperawatan gawat darurat yang dibutuhkan untuk merawat pasien sakit kritis. Keadaan ini memaksa diperlukannya mekanisme untuk membuat prioritas pada sarana yang terbatas ini apabila kebutuhan ternyata melebihi jumlah tempat tidur yang tersedia di ICU. Dokter yang merawat pasien mempunyai tugas untuk meminta pasiennya dimasukkan ke ICU bila ada indikasi segera memindah ke unit yang lebih rendah bila kondisi kesehatan pasien telah memungkinkan. Kepala ICU bertanggung jawab atas kesesuaian indikasi perawatan pasien di ICU. Bila kebutuhan masuk ICU melebihi tempat tidur yang tersedia, Kepala ICU menentukan berdasarkan prioritas kondisi medik, pasien mana yang akan dirawat di ICU. Prosedur untuk melaksanakan kebijakan ini harus dijelaskan secara rinci untuk tiap ICU. Harus tersedia mekanisme untuk mengkaji ulang secara retrospektif kasus-kasus dimana dokter yang merawat tidak setuju dengan keputusan kepala ICU. f. Kriteria masuk ICU memberikan pelayanan antara lain pemantauan yang canggih dan terapi yang intensif. Dalam keadaan penggunaan tempat tidur yang tinggi, pasien yang memerlukan terapi intensif (prioritas satu-1) didahulukan rawat ICU dibandingkan pasien yang memerlukan pemantauan intensif (prioritas dua-2) dan pasien sakit kritis atau terminal dengan prognosis yang jelek untuk sembuh (prioritas tiga-3). Penilaian obyektif atas beratnya penyakit dan prognosis hendaknya digunakan untuk menentukan prioritas masuk pasien. Pasien prioritas 1 (satu) Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi intensif seperti dukungan / bantuan ventilasi, infus obat-obat vasoaktif kontinyu, dan lain-lainnya. Contoh pasien kelompok ini antara lain, pasca bedah kardiotoraksik, atau pasien shock septic. Mungkin ada baiknya beberapa institusi membuat kriteria spesifik untuk masuk ICU, seperti derajat hipoksemia, hipotensi dibawah tekanan darah tertentu. Pasien prioritas 1 (satu) umumnya tidak mempunyai batas ditinjau dari macam terapi yang diterimanya. Pasien prioritas 2 (dua) Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih dari ICU. Jenis pasien ini beresiko sehingga memerlukan terapi intensif segera, karenanya pemantauan intensif menggunakan metoda seperti pulmonary arterial catheter sangat menolong. Contoh jenis pasien ini antara lain mereka yang menderita penyakit dasar jantung, paru, atau ginjal akut dan berat atau yang telah mengalami pembedahan major. Pasien prioritas 2 umumnya tidak terbatas macam terapi yang diterimanya, mengingat kondisi mediknya senantiasa berubah. Pasien prioritas 3 (tiga) Pasien jenis ini sakit kritis, dan tidak stabil dimana status kesehatannya sebelumnya, penyakit yang mendasarinya, atau penyakit akutnya, baik masing-masing atau kombinasinya, sangat mengurangi kemungkinan kesembuhan dan/atau mendapat manfaat dari terapi di ICU. Contoh-contoh pasien ini antara lain pasien dengan keganasan metastatik disertai penyulit infeksi, pericardial, temponade, atau sumbatan jalan napas, atau pasien menderita penyakit jantung atau paru terminal disertai komplikasi penyakit akut berat. Pasien-pasien prioritas 3 (tiga) mungkin mendapat terapi intensif untuk mengatasi penyakit akut, tetapi usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi atau resusitasi kardiopulmoner. Pengecualian Jenis pasien berikut umumnya tidak mempunyai kriteria yang sesuai untuk masuk ICU, dan hanya dapat masuk dengan pertimbangan seperti pada keadaan luar biasa, atas persetujuan Kepala ICU. Lagi pula pasien-pasien tersebut bila perlu harus dikeluarkan dari ICU agar fasilitas yang terbatas tersebut dapat digunakan untuk pasien prioritas 1, 2, 3 (satu, dua, tiga). 1). Pasien yang telah dipastikan mengalami brain death. Pasien-pasien seperti itu dapat dimasukkan ke ICU bila mereka potensial donor organ, tetapi hanya untuk tujuan menunjang fungsi-fungsi organ sementara menunggu donasi organ. 2). Pasien-pasien yang kompeten tetapi menolak terapi tunjangan hidup yang agresif dan hanya demi �perawatan yang aman� saja. Ini tidak menyingkirkan pasien dengan perintah �DNR�. Sesungguhnya pasien-pasien ini mungkin mendapat manfaat dari tunjangan canggih yang tersedia di ICU untuk meningkatkan kemungkinan survival-nya. 3). Pasien dalam keadaan vegetatif permanen. 4). Pasien yang secara fisiologis stabil yang secara statistik resikonya rendah untuk memerlukan terapi ICU. Contoh-contoh pasien kelompok ini antara lain, pasien pasca bedah vaskuler yang stabil, pasien diabetic ketoacidosis tanpa komplikasi, keracunan obat tetapi sadar, concusion, atau payah jantung kongestif ringan. Pasien-pasien semacam ini lebih disukai dimasukkan ke suatu unit intermediet untuk terapi definitif dan /atau observasi. g. Kriteria keluar Pasien prioritas 1 (satu) Pasien prioritas 1 (satu) dikeluarkan dari ICU bila kebutuhan untuk terapi intensif telah tidak ada lagi, atau bila terapi telah gagal dan prognosis jangka pendek jelek dengan kemungkinan kesembuhan atau manfaat dari terapi intensif kontinyu kecil. Contoh-contoh hal terakhir adalah pasien dengan tiga atau lebih gagal sistim organ yang tidak berespons terhadap pengelolaan agresif. Pasien prioritas 2 (dua) Pasien prioritas 2 (dua) dikeluarkan bila kemungkinan untuk mendadak memerlukan terapi intensif telah berkurang. Pasien prioritas 3 (tiga) Pasien prioritas 3 (tiga) dikeluarkan dari ICU bila kebutuhan untuk terapi intensif telah tidak ada lagi, tetapi mereka mungkin dikeluarkan lebih dini bila kemungkinan kesembuhannya atau manfaat dari terapi intensif kontinyu kecil. Contoh dari hal terakhir antara lain adalah pasien dengan penyakit lanjut (penyakit paru kronis, penyakit jantung atau liver terminal, karsinoma yang telah menyebar luas, dan lain-lainnya yang telah tidak berespons terhadap terapi ICU untuk penyakit akutnya, yang prognosis jangka pendeknya secara statistik rendah, dan yang tidak ada terapi yang potensial untuk memperbaiki prognosisnya. Dengan mempertimbangkan perawatannya tetap berlanjut dan sering merupakan perawatan khusus setara pasien ICU, pengaturan untuk perawatan non-ICU yang sesuai harus dilakukan sebelum pengeluaran dari ICU. Pengkajian ulang kerja Setiap ICU hendaknya membuat peraturan dan prosedur-prosedur masuk dan keluar, standard perawatan pasien, dan kriteri outcome yang spesifik. Kelengkapan-kelengkapan ini hendaknya dibuat tim multidisipliner yang diwakili oleh dokter, perawat dan administrator rumah sakit, dan hendaknya dikaji ulang dan diperbaiki seperlunya berdasarkan keluaran pasien (outcome) dan pengukuran kinerja yang lain. Kepatuhan terhadap ketentuan masuk dan keluar harus dipantau oleh tim multidisipliner, dan penyimpangan-penyimpangan dilaporkan pada badan perbaikan kualitas rumah sakit untuk ditindak lanjuti. 2. Prasarana a. Lokasi Dianjurkan satu komplek dengan kamar bedah dan kamar pulih, berdekatan atau mempunyai akses yang mudah ke Unit Gawat Darurat, laboratorium dan radiologi. b. Disain Standar ICU yang memadai ditentukan disain yang baik dan pengaturan ruang yang adekuat. Bangunan ICU - Terisolasi - Mempunyai standar tertentu terhadap : a. Bahaya api b. Ventilasi c. AC d. Exhausts fan e. Pipa air f. Komunikasi g. Bakteriologis h. Kabel monitor - Lantai mudah dibersihkan, keras dan rata 1. Area pasien : - Unit terbuka 12 � 16 m2 / tempat tidur - Unit tertutup 16 � 20 m2 / tempat tidur - Jarak antara tempat tidur : 2 m - Unit terbuka mempunyai 1 tempat cuci tangan setiap 2 tempat tidur - Unit tertutup 1 ruangan 1 tempat tidur cuci tangan Harus ada sejumlah outlet yang cukup sesuai dengan level ICU. ICU tersier paling sedikit 3 outlet udara-tekan, dan 3 pompa hisap dan minimal 16 stop kontak untuk tiap tempat tidur. Pencahayaan cukup dan adekuat untuk opservasi klinis dengan lampu TL day light 10 watt/m2. Jendela dan akses tempat tidur menjamin kenyamanan pasien dan personil. Disain dari unit juga memperhatikan privasi pasien. 2. Area kerja meliputi : - Ruang yang cukup untukstaf dan dapat menjaga kontak visual perawat dengan pasien. - Ruang yang cukup untuk memonitor pasien, peralatan resusitasi dan penyimpanan obat dan alat (termasuk lemari pendingin). - Ruang yang cukup untuk mesin X-Ray mobile dan mempunyai negatif skop. - Ruang untuk telpon dan sistem komunikasi lain, komputer dan koleksi data, juga tempat untuk penyimpanan alat tulis dan terdapat ruang yang cukup resepsionis dan petugas administrasi. 3. Lingkungan Mempunyai pendingin ruangan / AC yang dapat mengontrol suhu dan kelembaban sesuai dengan luas ruangan. Suhu 22o � 25o kelembaban 50 � 70%. 4. Ruang Isolasi Dilengkapi dengan tempat cuci tangan dan tempat ganti pakaian sendiri. 5. Ruang penyimpanan peralatan dan barang bersih Untuk menyimpan monitor, ventilator, pompa infus dan pompa syringe, peralatan dialisis, alat-alat sekali pakai, cairan, penggantung infus, troli, penghangat darah, alat hisap, linen dan tempat penyimpanan barang dan alat bersih. 6. Ruang tempat pembuangan alat / bahan kotor Ruang untuk membersihkan alat-alat, pemeriksaan urine, pengosongan dan pembersihan pispot dan botol urine. Desain unit menjamin tidak ada kontaminasi. 7. Ruang perawat Terdapat ruang terpisah yang dapat digunakan oleh perawat yang bertugas dam pimpinannya. 8. Ruang staf Dokter Tempat kegiatan organisasi dan administrasi termasuk kantor Kepala bagian dan staf, dan kepustakaan. 9. Ruang Tunggu keluarga pasien 10.Laboratorium Harus dipertimbangkan pada unit yang tidak mengandalkan pelayanan terpusat. 3. Peralatan a). Jumlah dan macam peralatan bervariasi tergantung tipe, ukuran dan fungsi ICU dan harus sesuai dengan beban kerja ICU, diseuaikan dengan standar yang berlaku. b). Terdapat prosedur pemeriksaan berkala untuk keamanan alat. c). Peralatan dasar meliputi : - Ventilator - Alat ventilasi manual dan alat penunjang jalan nafas - Alat Hisap - Peralatan akses vaskuler - Defibrilator dan alat pacu jantung - Alat pengatur suhu pasien. - Peralatan drain thorax. - Pompa infus dan pompa syringe - Peralatan portable untuk transportasi - Tempat tidur khusus. - Lampu untuk tindakan - Continous Renal Replacement Therapy Peralatan lain (seperti peralatan hemodialisa dan lain-lain) untuk prosedur diagnostik dan atau terapi khusus hendaknya tersedia bila secara klinis ada indikasi dan untuk mendukung fungsi ICU. Protokol dan pelatihan kerja untuk staf medik dan para medik perlu tersedia untuk penggunaan alat-alat termasuk langkah-langkah untuk mengatasi apabila terjadi malfungsi. 4. Monitoring Peralatan (Termasuk peralatan portable yang digunakan untuk transportasi pasien). a).Tanda bahaya kegagalan pasokan gas. b).Tanda bahaya kegagalan pasokan oksigen. Alat yang secara otomatis teraktifasi untuk memonitor penurunan tekanan pasokan oksigen, yang selalu terpasang di ventilator. c).Pemantauan konsentrasi oksigen. Diperlukan untuk mengukur konsentrasi oksigen yang dikeluarkan oleh ventilator atau sistim pernafasan. d).Tanda bahaya kegagalan ventilator atau diskonsentrasi sistim pernafasan. Pada penggunaan ventilator otomatis, harus ada alat yang dapat segera mendeteksi kegagalan sistim pernafasan atau ventilator secara terus menerus. e).Volume dan tekanan ventilator. Volume yang keluar dari ventilator harus terpantau. Tekanan jalan nafas dan tekanan sirkuit pernafasan harus terpantau terus menerus dan dapat mendeteksi tekanan yang berlebihan. f).Suhu alat pelembab (humidifier) Ada tanda bahaya bila terjadi peningkatan suhu udara inspirasi. g).Elektrokardiograf Terpasang pada setiap pasien dan dipantau terus menerus. h).Pulse oximeter. Harus tersedia untuk setiap pasien di ICU. i).Emboli udara Apabila pasien sedang menjalani hemodialisis, plasmapheresis, atau alat perfusi, harus ada pemantauan untuk emboli udara. j).Bila ada indikasi klinis harus tersedia peralatan untuk mengukur variabel fisiologis lain seperti tekanan intra arterial dan tekanan arteri pulmonalis, curah jantung, tekanan inspirasi dan aliran jalan nafas, tekanan intrakranial, suhu, transmisi neuromuskular, kadar CO2 ekspirasi

Management of Shock

Shock is a serious medical condition where the tissue perfusion is insufficient to meet demand for oxygen and nutrients because the body is not getting enough blood flow. This can damage multiple organs and can get worse very rapidly. This hypoperfusional state is a life-threatening medical emergency and one of the leading causes of death for critically ill people.

Major classes of shock include :
1. Hypovolemic Shock (caused by inadequate blood volume)
Hypovolemic shock is an emergency condition in which severe blood and fluid loss makes the heart unable to pump enough blood to the body. This type of shock can cause many organs to stop working.

Blood loss can be due to bleeding from cuts or other injury or internal bleeding such as gastrointestinal tract bleeding. The amount of blood in your body may drop when you lose too many other body fluids, which can happen with diarrhea, vomiting, burns, and other conditions.

Management of Shock

Symptom are :
  • Anxiety, restlessness, altered mental state due to decreased cerebral perfusion and subsequent hypoxia.

  • Hypotension due to decrease in circulatory volume.

  • A rapid, weak, thready pulse due to decreased blood flow combined with tachycardia.

  • Cool, clammy skin due to vasoconstriction and stimulation of vasoconstriction.

  • Rapid and deep respirations due to sympathetic nervous system stimulation and acidosis.

  • Hypothermia due to decreased perfusion and evaporation of sweat.

  • Thirst and dry mouth, due to fluid depletion.

  • Fatigue due to inadequate oxygenation.

  • Cold and mottled skin (cutis marmorata), especially extremities, due to insufficient perfusion of the skin.

Therapy are include :
  • Maintain or increase intravascular volume, In hypovolaemic shock, caused by bleeding, it is necessary to immediately control the bleeding and restore the victim's blood volume by giving infusions of balanced salt solutions. Blood transfusions are necessary for loss of large amounts of blood (e.g. greater than 20% of blood volume), but can be avoided in smaller and slower losses. Hypovolaemia due to burns, diarrhoea, vomiting, etc. is treated with infusions of electrolyte solutions that balance the nature of the fluid lost.

  • Decrease any future fluid loss via I.V fluid regimen

  • Give supplementary O2 therapy to commence replacement of fluids via the intravenous route.

2. Cardiogenic shock (associated with heart problems)
Cardiogenic shock is a disease state where the heart is damaged enough that it is unable to supply sufficient blood to the body. Most common causes are :
a). acute myocardial infarction
b). dilated cardiomyopathy, This is a serious disease in which the heart muscle becomes inflamed (enlarged and stretched) and doesn't work as well as it should.
c). acute myocarditis
d). arrhythmias

Symptoms are :
similar to hypovolaemic shock but in addition:
  • Distended jugular veins due to increased jugular venous pressure.

  • Absent pulse due to tachyarrhythmia.

Therapy are include :
The main goals of the treatment of cardiogenic shock are the re-establishment of circulation to the myocardium, minimising heart muscle damage and improving the heart's effectiveness as a pump.
  • Oxygen (O2) therapy to reduces the workload of the heart by reducing tissue demands for blood flow.

  • Administration of cardiac drugs

  • Increase heart’s pumping action through medication such as Dopamine, dobutamine, epinephrine, norepinephrine, amrinone

3. Septic shock (associated with infections)
Septic shock is a serious condition that occurs when an overwhelming infection leads to low blood pressure and low blood flow. The brain, heart, kidneys, and liver may not work properly or may fail.

Most common of this case may it’s happened to the patients with Meningococcemia, Waterhouse-Friderichsen syndrome, DIC (disseminated intravascular coagulation), Multiple organ dysfunction syndrome (MODS), Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS).

Symtomps are :
similar to hypovolaemic shock except in the first stages:
  • Pyrexia and fever, or hyperthermia, due to overwhelming bacterial infection.

  • Vasodilation and increased cardiac output due to sepsis.

  • Therapy are include :
  • Restore intravascular volume via I.V fluid

  • Give supplemental O2 therapy

  • Identify and control source of infection

  • Administer antibiotic

  • Remove risk factor for infection

4. Neurogenic shock (caused by damage to the nervous system)
Neurogenic shock is shock caused by the sudden loss of the sympathetic nervous system signals to the smooth muscle in vessel walls. This can result from severe central nervous system (brain and spinal cord) damage. With the sudden loss of background sympathetic stimulation, the vessels suddenly relax resulting in a sudden decrease in peripheral vascular resistance and decreased blood pressure.

Signs and symptoms:
similar to hypovolaemic shock except in the skin's characteristics. In neurogenic shock, the skin is warm and dry.

Therapy are include :
  • Large volumes of fluid may be needed to restore normal hemodynamics

  • Vasopressors (Norepinephrine)

  • Atropine (speeds up heart rate and Cardiac Output)

5. Anaphylactic Shock (caused by allergic reaction)
Anaphylaxis is an severe, whole-body allergic reaction. After an initial exposure to a substance like bee sting toxin, the person's immune system becomes sensitized to that allergen. On a subsequent exposure, an allergic reaction occurs. This reaction is sudden, severe, and involves the whole body.

Common causes include insect bites/stings, horse serum (used in some vaccines), food allergies, and drug allergies.

Symptoms of anaphylaxis are related to the action of Immunoglobulin E and other anaphylatoxins, which act to release histamine and other mediator substances from mast cells (degranulation). In addition to other effects, histamine induces vasodilation of arterioles and constriction of bronchioles in the lungs, also known as bronchospasm (constriction of the airways).

Symptoms can include the following :
Polyuria, respiratory distress, hypotension (low blood pressure), encephalitis, fainting, unconsciousness, urticaria (hives), flushed appearance, angioedema (swelling of the lips, face, neck and throat), tears (due to angioedema and stress), vomiting, itching, diarrhea, abdominal pain, anxiety, impending sense of doom.

Therapy are include :
  • Identify and remove causative antigen

  • Administer counter-mediators such as anti-histamine

  • Oxygen therapy and I.V fluid replacement
http://www.nurse-ocha.com/2007/07/management-of-shock.html