Monday, September 8, 2008

Standar Minimum Pelayanan ICU


BAB V STANDAR MINIMUM PELAYANAN INTENSIVE CARE UNIT

Tingkat pelayanan ICU harus diseuaikan dengan kelas rumah sakit. Tingkat pelayanan ini ditentukan oleh jumlah staf, fasilitas, pelayanan penunjang, jumlah dan macam pasien yang dirawat. Pelayanan ICU harus memiliki kemampuan minimal sebagai berikut :

  • Resusitasi jantung paru.
  • Pengelolaan jalan napas, termasuk intubasi trakeal dan penggunaan ventilator sederhana
  • Terapi oksigen
  • Pemantauan EKG, pulse oksimetri terus menerus
  • Pemberian nutrisi enteral dan parenteral
  • Pemeriksaaan laboratorium khusus dengan cepat dan menyeluruh
  • Pelaksanaan terapi secara titrasi
  • Kemampuan melaksanakan teknik khusus sesuai dengan kondisi pasien
  • Memberikan tunjangan fungsi vital dengan alat-alat portabel selama transportasi pasien gawat
  • Kemampuan melakukan fisioterapi dada

1. Klasifikasi atau stratifikasi pelayanan ICU a. Pelayanan ICU primer (standar minimal) Pelayanan ICU primer mampu memberikan pengelolan resusitatif segera untuk pasien sakit gawat, tunjangan kardio-respirasi jangka pendek, dan mempunyai peran penting dalam pemantauan dan pencegahan penyulit pada pasien medik dan bedah yang beresiko. Dalam ICU dilakukan ventilasi mekanik dan pemantauan kardiovaskuler sederhana selama beberapa jam. Kekhususan yang harus dimiliki :

  1. Ruangan tersendiri ; letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat dan ruangan perawatan lain.
  2. Memiliki kebijaksanaan/kriteria penderita yang masuk, keluar serta rujukan.
  3. Memiliki seorang dokter spesialis anestesiologi sebagai kepala.
  4. Ada dokter jaga 24 (dua puluh empat) jam dengan kemampuan melakukan resusitasi jantung paru (A, B, C, D, E, F).
  5. Konsulen yang membantu harus selalu dapat dihubungi dan dipanggil setiap saat.
  6. Memiliki jumlah perawat yang cukup dan sebagian besar terlatih.
  7. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu (Hb. Hematokrit, elektrolit, gula darah dan trombosit), roentgen, kemudahan diagnostik dan fisioterapi.

b. Pelayanan ICU sekunder Pelayanan ICU sekunder memberikan standar ICU umum yang tinggi, yang mendukung peran rumah sakit yang lain yang telah digariskan, misalnya kedokteran umum, bedah, pengelolaan trauma, bedah saraf, bedah vaskuler dan lain-lainnya. ICU hendaknya mampu memberikan tunjangan ventilasi mekanis lebih lama melakukan dukungan/bantuan hidup lain tetapi tidak terlalu kompleks. Kekhususan yang harus dimiliki :

  1. Ruangan tersendiri ; letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat dan ruangan perawatan lain.
  2. Memiliki ketentuan / kriteria penderita yang masuk, keluar serta rujukan.
  3. Memiliki konsultan yang dapat dihubungi dan datang setiap saat bila diperlukan.
  4. Memiliki seorang kepala ICU, seorang dokter konsultan intensive care, atau bila tidak tersedia oleh dokter spesialis anestesiologi , yang bertanggung jawab secara keseluruhan dan dokter jaga yang minimal mampu melakukan resusitasi jantung paru (bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjut).
  5. Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan pasien : perawat sama dengan 1:1 untuk pasien dengan ventilator, renal replacement therapy dan 2:1 untuk kasus-kasus lainnya.
  6. Memiliki lebih dari 50% perawat bersertifikat terlatih perawatan / terapi intensif atau minimal berpengalaman kerja 3 (tiga) tahun di ICU.
  7. Mampu memberikan tunjangan ventilasi mekanis beberapa lama dan dalam batas tertentu melakukan pemantauan invasif dan usaha-usaha penunjang hidup.
  8. Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, roentgen, kemudahan diagnostik dan fisioterapi selama 24 (dua puluh empat) jam.
  9. Memiliki ruangan isolasi atau mampu melakukan prosedur isolasi.

c. Pelayanan ICU tersier (tertinggi) Pelayanan ICU tersier merupakan rujukan tertinggi untuk ICU, memberikan pelayanan yang tertinggi termasuk dukungan / bantuan hidup multi-sistim yang kompleks dalam jangka waktu yang terbatas. ICU ini melakukan ventilasi mekanis pelayanan dukungan / bantuan renal ekstrakorporal dan pemantuan kardiovaskuler invasif dalam jangka waktu yang terbatas dan mempunyai dukungan pelayanan penunjang medik. Semua pasien yang masuk ke dalam unit harus dirujuk untuk dikelola oleh spesialis intensive care. Kekhususan yang harus dimiliki :

  1. Memiliki ruangan khusus tersendiri didalam rumah sakit.
  2. Memiliki kriteria penderita masuk, keluar dan rujukan.
  3. Memiliki dokter sepesialis yang dibutuhkan dan dapat dihubungi, datang setiap saat diperlukan.
  4. Dikelola oleh seorang ahli anestesiologi konsultan intensive care atau dokter ahli konsultan intensive care yang lain yang bertanggung jawab secara keseluruhan dan dokter jaga yang minimal mampu resusitasi jantung paru (bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjut).
  5. Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan pasien : perawat sama dengan 1: 1 untuk pasien dengan ventilator, renal replacement therapy dan 2:1 untuk kasus-kasus lainnya.
  6. Memiliki lebih dari 75% perawat bersertifikat terlatih perawatan / terapi intensif atau minimal berpengalaman kerja 3 (tiga) tahun di ICU.
  7. Mampu melakukan semua bentuk pemantauan dan perawatan / terapi intensif baik non-invasif maupun invasif.
  8. Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, roentgen, kemudahan diagnostik dan fisioterapi selama 24 (dua puluh empat) jam.
  9. Memiliki paling sedikit seorang yang mampu dalam mendidik tenaga medik dan paramedik agar dapat memberikan pelayanan yang optimal pada pasien.
  10. Memiliki prosedur untuk pelaporan resmi dan pengkajian. (sampai disini).
  11. Memiliki staf tambahan yang lain, misalnya tenaga administrasi, tenaga rekam medik, tenaga untuk kepentingan ilmiah dan penelitian.

d. Prosedur pelayanan perawatan / terapi (ICU) Ruang lingkup pelayanan yang diberikan di ICU:

  1. Diagnosis dan penatalaksanaan spesifik penyakit-penyakit akut yang mengancam nyawa dan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit sampai beberapa hari.
  2. Memberi bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh sekaligus melakukan pelaksanaan spesifik problema dasar.
  3. Pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan terhadap komplikasi yang ditimbulkan oleh :
    1. Penyakit
    2. Latrogenik
  4. Memberikan bantuan psikologis pada pasien yang nyawanya pada saat itu bergantung pada fungsi alat / mesin dan orang lain.

e. Indikasi masuk dan keluar ICU Suatu ICU mampu menggabungkan teknologi tinggi dan keahlian khusus dalam bidang kedokteran dan keperawatan gawat darurat yang dibutuhkan untuk merawat pasien sakit kritis. Keadaan ini memaksa diperlukannya mekanisme untuk membuat prioritas pada sarana yang terbatas ini apabila kebutuhan ternyata melebihi jumlah tempat tidur yang tersedia di ICU. Dokter yang merawat pasien mempunyai tugas untuk meminta pasiennya dimasukkan ke ICU bila ada indikasi segera memindah ke unit yang lebih rendah bila kondisi kesehatan pasien telah memungkinkan. Kepala ICU bertanggung jawab atas kesesuaian indikasi perawatan pasien di ICU. Bila kebutuhan masuk ICU melebihi tempat tidur yang tersedia, Kepala ICU menentukan berdasarkan prioritas kondisi medik, pasien mana yang akan dirawat di ICU. Prosedur untuk melaksanakan kebijakan ini harus dijelaskan secara rinci untuk tiap ICU. Harus tersedia mekanisme untuk mengkaji ulang secara retrospektif kasus-kasus dimana dokter yang merawat tidak setuju dengan keputusan kepala ICU. f. Kriteria masuk ICU memberikan pelayanan antara lain pemantauan yang canggih dan terapi yang intensif. Dalam keadaan penggunaan tempat tidur yang tinggi, pasien yang memerlukan terapi intensif (prioritas satu-1) didahulukan rawat ICU dibandingkan pasien yang memerlukan pemantauan intensif (prioritas dua-2) dan pasien sakit kritis atau terminal dengan prognosis yang jelek untuk sembuh (prioritas tiga-3). Penilaian obyektif atas beratnya penyakit dan prognosis hendaknya digunakan untuk menentukan prioritas masuk pasien. Pasien prioritas 1 (satu) Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi intensif seperti dukungan / bantuan ventilasi, infus obat-obat vasoaktif kontinyu, dan lain-lainnya. Contoh pasien kelompok ini antara lain, pasca bedah kardiotoraksik, atau pasien shock septic. Mungkin ada baiknya beberapa institusi membuat kriteria spesifik untuk masuk ICU, seperti derajat hipoksemia, hipotensi dibawah tekanan darah tertentu. Pasien prioritas 1 (satu) umumnya tidak mempunyai batas ditinjau dari macam terapi yang diterimanya. Pasien prioritas 2 (dua) Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih dari ICU. Jenis pasien ini beresiko sehingga memerlukan terapi intensif segera, karenanya pemantauan intensif menggunakan metoda seperti pulmonary arterial catheter sangat menolong. Contoh jenis pasien ini antara lain mereka yang menderita penyakit dasar jantung, paru, atau ginjal akut dan berat atau yang telah mengalami pembedahan major. Pasien prioritas 2 umumnya tidak terbatas macam terapi yang diterimanya, mengingat kondisi mediknya senantiasa berubah. Pasien prioritas 3 (tiga) Pasien jenis ini sakit kritis, dan tidak stabil dimana status kesehatannya sebelumnya, penyakit yang mendasarinya, atau penyakit akutnya, baik masing-masing atau kombinasinya, sangat mengurangi kemungkinan kesembuhan dan/atau mendapat manfaat dari terapi di ICU. Contoh-contoh pasien ini antara lain pasien dengan keganasan metastatik disertai penyulit infeksi, pericardial, temponade, atau sumbatan jalan napas, atau pasien menderita penyakit jantung atau paru terminal disertai komplikasi penyakit akut berat. Pasien-pasien prioritas 3 (tiga) mungkin mendapat terapi intensif untuk mengatasi penyakit akut, tetapi usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi atau resusitasi kardiopulmoner. Pengecualian Jenis pasien berikut umumnya tidak mempunyai kriteria yang sesuai untuk masuk ICU, dan hanya dapat masuk dengan pertimbangan seperti pada keadaan luar biasa, atas persetujuan Kepala ICU. Lagi pula pasien-pasien tersebut bila perlu harus dikeluarkan dari ICU agar fasilitas yang terbatas tersebut dapat digunakan untuk pasien prioritas 1, 2, 3 (satu, dua, tiga). 1). Pasien yang telah dipastikan mengalami brain death. Pasien-pasien seperti itu dapat dimasukkan ke ICU bila mereka potensial donor organ, tetapi hanya untuk tujuan menunjang fungsi-fungsi organ sementara menunggu donasi organ. 2). Pasien-pasien yang kompeten tetapi menolak terapi tunjangan hidup yang agresif dan hanya demi �perawatan yang aman� saja. Ini tidak menyingkirkan pasien dengan perintah �DNR�. Sesungguhnya pasien-pasien ini mungkin mendapat manfaat dari tunjangan canggih yang tersedia di ICU untuk meningkatkan kemungkinan survival-nya. 3). Pasien dalam keadaan vegetatif permanen. 4). Pasien yang secara fisiologis stabil yang secara statistik resikonya rendah untuk memerlukan terapi ICU. Contoh-contoh pasien kelompok ini antara lain, pasien pasca bedah vaskuler yang stabil, pasien diabetic ketoacidosis tanpa komplikasi, keracunan obat tetapi sadar, concusion, atau payah jantung kongestif ringan. Pasien-pasien semacam ini lebih disukai dimasukkan ke suatu unit intermediet untuk terapi definitif dan /atau observasi. g. Kriteria keluar Pasien prioritas 1 (satu) Pasien prioritas 1 (satu) dikeluarkan dari ICU bila kebutuhan untuk terapi intensif telah tidak ada lagi, atau bila terapi telah gagal dan prognosis jangka pendek jelek dengan kemungkinan kesembuhan atau manfaat dari terapi intensif kontinyu kecil. Contoh-contoh hal terakhir adalah pasien dengan tiga atau lebih gagal sistim organ yang tidak berespons terhadap pengelolaan agresif. Pasien prioritas 2 (dua) Pasien prioritas 2 (dua) dikeluarkan bila kemungkinan untuk mendadak memerlukan terapi intensif telah berkurang. Pasien prioritas 3 (tiga) Pasien prioritas 3 (tiga) dikeluarkan dari ICU bila kebutuhan untuk terapi intensif telah tidak ada lagi, tetapi mereka mungkin dikeluarkan lebih dini bila kemungkinan kesembuhannya atau manfaat dari terapi intensif kontinyu kecil. Contoh dari hal terakhir antara lain adalah pasien dengan penyakit lanjut (penyakit paru kronis, penyakit jantung atau liver terminal, karsinoma yang telah menyebar luas, dan lain-lainnya yang telah tidak berespons terhadap terapi ICU untuk penyakit akutnya, yang prognosis jangka pendeknya secara statistik rendah, dan yang tidak ada terapi yang potensial untuk memperbaiki prognosisnya. Dengan mempertimbangkan perawatannya tetap berlanjut dan sering merupakan perawatan khusus setara pasien ICU, pengaturan untuk perawatan non-ICU yang sesuai harus dilakukan sebelum pengeluaran dari ICU. Pengkajian ulang kerja Setiap ICU hendaknya membuat peraturan dan prosedur-prosedur masuk dan keluar, standard perawatan pasien, dan kriteri outcome yang spesifik. Kelengkapan-kelengkapan ini hendaknya dibuat tim multidisipliner yang diwakili oleh dokter, perawat dan administrator rumah sakit, dan hendaknya dikaji ulang dan diperbaiki seperlunya berdasarkan keluaran pasien (outcome) dan pengukuran kinerja yang lain. Kepatuhan terhadap ketentuan masuk dan keluar harus dipantau oleh tim multidisipliner, dan penyimpangan-penyimpangan dilaporkan pada badan perbaikan kualitas rumah sakit untuk ditindak lanjuti. 2. Prasarana a. Lokasi Dianjurkan satu komplek dengan kamar bedah dan kamar pulih, berdekatan atau mempunyai akses yang mudah ke Unit Gawat Darurat, laboratorium dan radiologi. b. Disain Standar ICU yang memadai ditentukan disain yang baik dan pengaturan ruang yang adekuat. Bangunan ICU - Terisolasi - Mempunyai standar tertentu terhadap : a. Bahaya api b. Ventilasi c. AC d. Exhausts fan e. Pipa air f. Komunikasi g. Bakteriologis h. Kabel monitor - Lantai mudah dibersihkan, keras dan rata 1. Area pasien : - Unit terbuka 12 � 16 m2 / tempat tidur - Unit tertutup 16 � 20 m2 / tempat tidur - Jarak antara tempat tidur : 2 m - Unit terbuka mempunyai 1 tempat cuci tangan setiap 2 tempat tidur - Unit tertutup 1 ruangan 1 tempat tidur cuci tangan Harus ada sejumlah outlet yang cukup sesuai dengan level ICU. ICU tersier paling sedikit 3 outlet udara-tekan, dan 3 pompa hisap dan minimal 16 stop kontak untuk tiap tempat tidur. Pencahayaan cukup dan adekuat untuk opservasi klinis dengan lampu TL day light 10 watt/m2. Jendela dan akses tempat tidur menjamin kenyamanan pasien dan personil. Disain dari unit juga memperhatikan privasi pasien. 2. Area kerja meliputi : - Ruang yang cukup untukstaf dan dapat menjaga kontak visual perawat dengan pasien. - Ruang yang cukup untuk memonitor pasien, peralatan resusitasi dan penyimpanan obat dan alat (termasuk lemari pendingin). - Ruang yang cukup untuk mesin X-Ray mobile dan mempunyai negatif skop. - Ruang untuk telpon dan sistem komunikasi lain, komputer dan koleksi data, juga tempat untuk penyimpanan alat tulis dan terdapat ruang yang cukup resepsionis dan petugas administrasi. 3. Lingkungan Mempunyai pendingin ruangan / AC yang dapat mengontrol suhu dan kelembaban sesuai dengan luas ruangan. Suhu 22o � 25o kelembaban 50 � 70%. 4. Ruang Isolasi Dilengkapi dengan tempat cuci tangan dan tempat ganti pakaian sendiri. 5. Ruang penyimpanan peralatan dan barang bersih Untuk menyimpan monitor, ventilator, pompa infus dan pompa syringe, peralatan dialisis, alat-alat sekali pakai, cairan, penggantung infus, troli, penghangat darah, alat hisap, linen dan tempat penyimpanan barang dan alat bersih. 6. Ruang tempat pembuangan alat / bahan kotor Ruang untuk membersihkan alat-alat, pemeriksaan urine, pengosongan dan pembersihan pispot dan botol urine. Desain unit menjamin tidak ada kontaminasi. 7. Ruang perawat Terdapat ruang terpisah yang dapat digunakan oleh perawat yang bertugas dam pimpinannya. 8. Ruang staf Dokter Tempat kegiatan organisasi dan administrasi termasuk kantor Kepala bagian dan staf, dan kepustakaan. 9. Ruang Tunggu keluarga pasien 10.Laboratorium Harus dipertimbangkan pada unit yang tidak mengandalkan pelayanan terpusat. 3. Peralatan a). Jumlah dan macam peralatan bervariasi tergantung tipe, ukuran dan fungsi ICU dan harus sesuai dengan beban kerja ICU, diseuaikan dengan standar yang berlaku. b). Terdapat prosedur pemeriksaan berkala untuk keamanan alat. c). Peralatan dasar meliputi : - Ventilator - Alat ventilasi manual dan alat penunjang jalan nafas - Alat Hisap - Peralatan akses vaskuler - Defibrilator dan alat pacu jantung - Alat pengatur suhu pasien. - Peralatan drain thorax. - Pompa infus dan pompa syringe - Peralatan portable untuk transportasi - Tempat tidur khusus. - Lampu untuk tindakan - Continous Renal Replacement Therapy Peralatan lain (seperti peralatan hemodialisa dan lain-lain) untuk prosedur diagnostik dan atau terapi khusus hendaknya tersedia bila secara klinis ada indikasi dan untuk mendukung fungsi ICU. Protokol dan pelatihan kerja untuk staf medik dan para medik perlu tersedia untuk penggunaan alat-alat termasuk langkah-langkah untuk mengatasi apabila terjadi malfungsi. 4. Monitoring Peralatan (Termasuk peralatan portable yang digunakan untuk transportasi pasien). a).Tanda bahaya kegagalan pasokan gas. b).Tanda bahaya kegagalan pasokan oksigen. Alat yang secara otomatis teraktifasi untuk memonitor penurunan tekanan pasokan oksigen, yang selalu terpasang di ventilator. c).Pemantauan konsentrasi oksigen. Diperlukan untuk mengukur konsentrasi oksigen yang dikeluarkan oleh ventilator atau sistim pernafasan. d).Tanda bahaya kegagalan ventilator atau diskonsentrasi sistim pernafasan. Pada penggunaan ventilator otomatis, harus ada alat yang dapat segera mendeteksi kegagalan sistim pernafasan atau ventilator secara terus menerus. e).Volume dan tekanan ventilator. Volume yang keluar dari ventilator harus terpantau. Tekanan jalan nafas dan tekanan sirkuit pernafasan harus terpantau terus menerus dan dapat mendeteksi tekanan yang berlebihan. f).Suhu alat pelembab (humidifier) Ada tanda bahaya bila terjadi peningkatan suhu udara inspirasi. g).Elektrokardiograf Terpasang pada setiap pasien dan dipantau terus menerus. h).Pulse oximeter. Harus tersedia untuk setiap pasien di ICU. i).Emboli udara Apabila pasien sedang menjalani hemodialisis, plasmapheresis, atau alat perfusi, harus ada pemantauan untuk emboli udara. j).Bila ada indikasi klinis harus tersedia peralatan untuk mengukur variabel fisiologis lain seperti tekanan intra arterial dan tekanan arteri pulmonalis, curah jantung, tekanan inspirasi dan aliran jalan nafas, tekanan intrakranial, suhu, transmisi neuromuskular, kadar CO2 ekspirasi

Management of Shock

Shock is a serious medical condition where the tissue perfusion is insufficient to meet demand for oxygen and nutrients because the body is not getting enough blood flow. This can damage multiple organs and can get worse very rapidly. This hypoperfusional state is a life-threatening medical emergency and one of the leading causes of death for critically ill people.

Major classes of shock include :
1. Hypovolemic Shock (caused by inadequate blood volume)
Hypovolemic shock is an emergency condition in which severe blood and fluid loss makes the heart unable to pump enough blood to the body. This type of shock can cause many organs to stop working.

Blood loss can be due to bleeding from cuts or other injury or internal bleeding such as gastrointestinal tract bleeding. The amount of blood in your body may drop when you lose too many other body fluids, which can happen with diarrhea, vomiting, burns, and other conditions.

Management of Shock

Symptom are :
  • Anxiety, restlessness, altered mental state due to decreased cerebral perfusion and subsequent hypoxia.

  • Hypotension due to decrease in circulatory volume.

  • A rapid, weak, thready pulse due to decreased blood flow combined with tachycardia.

  • Cool, clammy skin due to vasoconstriction and stimulation of vasoconstriction.

  • Rapid and deep respirations due to sympathetic nervous system stimulation and acidosis.

  • Hypothermia due to decreased perfusion and evaporation of sweat.

  • Thirst and dry mouth, due to fluid depletion.

  • Fatigue due to inadequate oxygenation.

  • Cold and mottled skin (cutis marmorata), especially extremities, due to insufficient perfusion of the skin.

Therapy are include :
  • Maintain or increase intravascular volume, In hypovolaemic shock, caused by bleeding, it is necessary to immediately control the bleeding and restore the victim's blood volume by giving infusions of balanced salt solutions. Blood transfusions are necessary for loss of large amounts of blood (e.g. greater than 20% of blood volume), but can be avoided in smaller and slower losses. Hypovolaemia due to burns, diarrhoea, vomiting, etc. is treated with infusions of electrolyte solutions that balance the nature of the fluid lost.

  • Decrease any future fluid loss via I.V fluid regimen

  • Give supplementary O2 therapy to commence replacement of fluids via the intravenous route.

2. Cardiogenic shock (associated with heart problems)
Cardiogenic shock is a disease state where the heart is damaged enough that it is unable to supply sufficient blood to the body. Most common causes are :
a). acute myocardial infarction
b). dilated cardiomyopathy, This is a serious disease in which the heart muscle becomes inflamed (enlarged and stretched) and doesn't work as well as it should.
c). acute myocarditis
d). arrhythmias

Symptoms are :
similar to hypovolaemic shock but in addition:
  • Distended jugular veins due to increased jugular venous pressure.

  • Absent pulse due to tachyarrhythmia.

Therapy are include :
The main goals of the treatment of cardiogenic shock are the re-establishment of circulation to the myocardium, minimising heart muscle damage and improving the heart's effectiveness as a pump.
  • Oxygen (O2) therapy to reduces the workload of the heart by reducing tissue demands for blood flow.

  • Administration of cardiac drugs

  • Increase heart’s pumping action through medication such as Dopamine, dobutamine, epinephrine, norepinephrine, amrinone

3. Septic shock (associated with infections)
Septic shock is a serious condition that occurs when an overwhelming infection leads to low blood pressure and low blood flow. The brain, heart, kidneys, and liver may not work properly or may fail.

Most common of this case may it’s happened to the patients with Meningococcemia, Waterhouse-Friderichsen syndrome, DIC (disseminated intravascular coagulation), Multiple organ dysfunction syndrome (MODS), Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS).

Symtomps are :
similar to hypovolaemic shock except in the first stages:
  • Pyrexia and fever, or hyperthermia, due to overwhelming bacterial infection.

  • Vasodilation and increased cardiac output due to sepsis.

  • Therapy are include :
  • Restore intravascular volume via I.V fluid

  • Give supplemental O2 therapy

  • Identify and control source of infection

  • Administer antibiotic

  • Remove risk factor for infection

4. Neurogenic shock (caused by damage to the nervous system)
Neurogenic shock is shock caused by the sudden loss of the sympathetic nervous system signals to the smooth muscle in vessel walls. This can result from severe central nervous system (brain and spinal cord) damage. With the sudden loss of background sympathetic stimulation, the vessels suddenly relax resulting in a sudden decrease in peripheral vascular resistance and decreased blood pressure.

Signs and symptoms:
similar to hypovolaemic shock except in the skin's characteristics. In neurogenic shock, the skin is warm and dry.

Therapy are include :
  • Large volumes of fluid may be needed to restore normal hemodynamics

  • Vasopressors (Norepinephrine)

  • Atropine (speeds up heart rate and Cardiac Output)

5. Anaphylactic Shock (caused by allergic reaction)
Anaphylaxis is an severe, whole-body allergic reaction. After an initial exposure to a substance like bee sting toxin, the person's immune system becomes sensitized to that allergen. On a subsequent exposure, an allergic reaction occurs. This reaction is sudden, severe, and involves the whole body.

Common causes include insect bites/stings, horse serum (used in some vaccines), food allergies, and drug allergies.

Symptoms of anaphylaxis are related to the action of Immunoglobulin E and other anaphylatoxins, which act to release histamine and other mediator substances from mast cells (degranulation). In addition to other effects, histamine induces vasodilation of arterioles and constriction of bronchioles in the lungs, also known as bronchospasm (constriction of the airways).

Symptoms can include the following :
Polyuria, respiratory distress, hypotension (low blood pressure), encephalitis, fainting, unconsciousness, urticaria (hives), flushed appearance, angioedema (swelling of the lips, face, neck and throat), tears (due to angioedema and stress), vomiting, itching, diarrhea, abdominal pain, anxiety, impending sense of doom.

Therapy are include :
  • Identify and remove causative antigen

  • Administer counter-mediators such as anti-histamine

  • Oxygen therapy and I.V fluid replacement
http://www.nurse-ocha.com/2007/07/management-of-shock.html

MACAM CAIRAN INFUS


ASERING

Indikasi:

  • Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi: gastroenteritis akut, demam berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat, trauma.

Komposisi:

Setiap liter asering mengandung:

  • Na 130 mEq

  • K 4 mEq

  • Cl 109 mEq

  • Ca 3 mEq

  • Asetat (garam) 28 mEq

Keunggulan:

  • Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang mengalami gangguan hati

  • Pada pemberian sebelum operasi sesar, RA mengatasi asidosis laktat lebih baik dibanding RL pada neonatus

  • Pada kasus bedah, asetat dapat mempertahankan suhu tubuh sentral pada anestesi dengan isofluran

  • Mempunyai efek vasodilator

  • Pada kasus stroke akut, penambahan MgSO4 20 % sebanyak 10 ml pada 1000 ml RA, dapat meningkatkan tonisitas larutan infus sehingga memperkecil risiko memperburuk edema serebral


KA-EN 1B

Indikasi:

  • Sebagai larutan awal bila status elektrolit pasien belum diketahui, misal pada kasus emergensi (dehidrasi karena asupan oral tidak memadai, demam)

  • < 24 jam pasca operasi

  • Dosis lazim 500-1000 ml untuk sekali pemberian secara IV. Kecepatan sebaiknya 300-500 ml/jam (dewasa) dan 50-100 ml/jam pada anak-anak

  • Bayi prematur atau bayi baru lahir, sebaiknya tidak diberikan lebih dari 100 ml/jam


KA-EN 3A & KA-EN 3B

Indikasi:

  • Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan asupan oral terbatas

  • Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)

  • Mensuplai kalium sebesar 10 mEq/L untuk KA-EN 3A

  • Mensuplai kalium sebesar 20 mEq/L untuk KA-EN 3B


KA-EN MG3

Indikasi :

  • Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan asupan oral terbatas

  • Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)

  • Mensuplai kalium 20 mEq/L

  • Rumatan untuk kasus dimana suplemen NPC dibutuhkan 400 kcal/L


KA-EN 4A

Indikasi :

  • Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak

  • Tanpa kandungan kalium, sehingga dapat diberikan pada pasien dengan berbagai kadar konsentrasi kalium serum normal

  • Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik

Komposisi (per 1000 ml):

  • Na 30 mEq/L

  • K 0 mEq/L

  • Cl 20 mEq/L

  • Laktat 10 mEq/L

  • Glukosa 40 gr/L


KA-EN 4B

Indikasi:

  • Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak usia kurang 3 tahun

  • Mensuplai 8 mEq/L kalium pada pasien sehingga meminimalkan risiko hipokalemia

  • Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik

Komposisi:

  • Na 30 mEq/L

  • K 8 mEq/L

  • Cl 28 mEq/L

  • Laktat 10 mEq/L

  • Glukosa 37,5 gr/L





Otsu-NS

Indikasi:

  • Untuk resusitasi

  • Kehilangan Na > Cl, misal diare

  • Sindrom yang berkaitan dengan kehilangan natrium (asidosis diabetikum, insufisiensi adrenokortikal, luka bakar)


Otsu-RL

Indikasi:

  • Resusitasi

  • Suplai ion bikarbonat

  • Asidosis metabolik


MARTOS-10

Indikasi:

  • Suplai air dan karbohidrat secara parenteral pada penderita diabetik

  • Keadaan kritis lain yang membutuhkan nutrisi eksogen seperti tumor, infeksi berat, stres berat dan defisiensi protein

  • Dosis: 0,3 gr/kg BB/jam

  • Mengandung 400 kcal/L


AMIPAREN

Indikasi:

  • Stres metabolik berat

  • Luka bakar

  • Infeksi berat

  • Kwasiokor

  • Pasca operasi

  • Total Parenteral Nutrition

  • Dosis dewasa 100 ml selama 60 menit


AMINOVEL-600

Indikasi:

  • Nutrisi tambahan pada gangguan saluran GI

  • Penderita GI yang dipuasakan

  • Kebutuhan metabolik yang meningkat (misal luka bakar, trauma dan pasca operasi)

  • Stres metabolik sedang

  • Dosis dewasa 500 ml selama 4-6 jam (20-30 tpm)


PAN-AMIN G

Indikasi:

  • Suplai asam amino pada hiponatremia dan stres metabolik ringan

  • Nitrisi dini pasca operasi

  • Tifoid

http://karisyogya.blog.m3-access.com/posts/39021_MACAM-CAIRAN-INFUS.html